Konstitusional-kah Wacana Pemakzulan Gibran?
Abdusy Syakir--
MPR setelah menerima usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib menggelar sidang paripurna untuk memutus usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut dengan cara dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir.
5. Pembelaan Presiden dan/atau Wakil Presiden
Dalam forum paripurna MPR tersebut sebelum diambil keputusan oleh MPR diberi kesempatan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk memberikan penjelasan berkenaan hal yang menjadi substansi dari usulan pemberhentian tersebut.
BACA JUGA:Saling Lapor dalam Perkelahian di Depan Lippo Plaza Lubuk Linggau, Bisa Sama-sama Jadi Tersangka
6. Keputusan Akhir
Terhadap penjelasan tersebut maka pada akhirnya MPR akan mengambil keputusan apakah usulan DPR atas pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya disetujui atau tidak, jika disetujui maka Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti namun jika usulan tersebut tidak diterima maka Presiden dan/atau Wakil Presiden tetap menjabat.
Dari uraian diatas memberikan ilustrasi yang gamblang bahwa dalam konteks proses pemakzulan atau impeachment DPR tidak dapat memutuskan sendiri, tentu memerlukan dukungan dan keterlibatan pihak lain yang memiliki peran strategis sesuai dengan kewenangannya, pihak tersebut antara lain DPR, Mahkamah Konstitusi dan MPR.
Namun demikian mekanisme dan tahapan pemakzulan diatas bagi penulis menyisakan satu pertanyaan konstitusi jika kemudian terdapat kondisi dimana pada putusan akhir usul DPR atas pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh MPR ditolak atau tidak dapat diterima oleh 2/3 anggota yang hadir meskipun Mahkamah Konstitusi memutuskan adanya pelanggaran hukum dan/atau terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan berbagai argumentasi termasuk dinamika konfigurasi politik diparlemen yang sangat mungkin akan terjadi.
Tentu hal ini dapat menjadi kajian dan diskusi bagi para ahli, praktisi dan stakeholders lainnya guna menutup kekosongan hukum setidaknya pada ranah pemakzulan.
Wacana Pemakzulan Gibran sebagai Wakil Presiden
Dalam catatan sejarah, setidaknya pemakzulan tidak hanya terjadi hari ini namun pernah ada pada beberapa periode kepemimpinan nasional sebelumnya, pemakzulan tersebut setidaknya pernah terjadi :
1. Presiden Soekarno tahun 1967
BACA JUGA:Penikaman Tukang Parkir Depan Lippo Plaza Lubuk Linggau, Diduga Ini Motifnya
Di mana pada Sidang Isntimewa MPRS 1967, MPRS mengeluarkan ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Bagi sebagian pihak hal ini diangggap bukan sebagai pemakzulan namun meskipun secara de jure bukan pemakzulan namun secara de facto dapat dikatakan pemakzulan.
2. Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2001
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, proses pemakzulan terjadi dimana sebelumnya seringkali terjadi berbagai konflik dengan parlemen dan DPR pada saat itu mengeluarkan dua memorandum tanggal 1 Februari dan 30 April 2001 kepada Gus Dur terkait dugaan keterlibatan dalam kasus Dana Yanatera Bulog dan bantuan Sultan Brunei.
Memorandum tersebut disertai dengan permintaan DPR ke MPR agar dilaksanakan sidang istimewa, sebagai respon atas adanya permintaan tersebut Gus Dur menolak hadir pada Sidang Istimewa MPR dan mengeluarkan ketetapan yang menyatakan pembubaran MPR/DPR, penyelenggaraan pemilu dalam setahun dan penangguhan partai Golkar.
BACA JUGA:Lapas Lubuk Linggau Hadiri Rapat Paripurna DPRD Musi Rawas
Pelaksanaan Sidang Istimewa tanggal 23 Juli 2001 oleh MPR yang diketuai Amin Rais memutuskan mencabut mandate Gus Dur sebai Presiden melalui Ketetapan MPR No.II/MPR/2001 dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
