Oleh karena itu maka seluruh harta warisan raja agar dibagi habis kepada semua putranya.
Raja dipaksa untuk segera membagi habis hartanya, tak satupun harta yang berharga tersisah kecuali getuk (Kentongan) dan satu buah keromong yang tidak ada harganya.
Sehingga tak satupun yang mau mengambilnya. Tanpa diduga setelah raja selesai membagikan warisan Kenayan dan Putri Sri Dewi Ningsih datang, tapi tak satupun warisan yang diberikan mereka berdua.
Putri Sri Dewi Ningsih menghadap dan bertanya pada ayahandanya ampunkan hamba ayahanda apakah hamba tidak mendapatkan bagian dari warisan.
Ayahandanya dan saudara laki-lakinya menjawab bahwa putri Sri Dewi Ningsih tidak mendapat warisan.
Tetapi kalau memang kamu masih menuntut juga masih ada yang tertinggal yaitu getuk (Kentongan ) dan kromong.
Mendengar jawaban dari ayahanda dan saudara laki-lakinya, Putri Sri Dewi Ningsih menjadi kesal dan marah diambilnya getuk dan kromong tersebut.
Dalam keadaan marah dilemparkannya getuk tersebut ke air Sungai Kelingi dan langsung berubah menjadi buaya kuning yang merupakan penunggu lubuk.
Sedangkan kromong dilemparkan kebelakang negeri (Kerajaan ) dan langsung berubah menjadi siamang yang sangat banyak.
Setelah kejadian tersebut maka ditengah keheningan Kenayan berkata di depan kakak ipar dan mertuanya, menerangkan dengan jelas siapa dirinya yang sebenarnya.
BACA JUGA:Asal Usul Desa Tanah Periuk Musi Rawas, Berawal dari Perang Saudara, Berebut Lahan Kekuasaan
Kenayan menjelaskan kalau dirinya adalah Raden Kenayan seorang putra raja di negeri seberang (Pulau Jawa).
Setelah mendengar itu raja dan putra-putranya sangat terkejut dan malu karena selama ini telah menganggap rendah, mencemoohkan, menghina, dan telah mengusirnya dari kerajaan Lubuk Penjage.
Dengan penuh penyesalan mereka merunduk dan memberikan hormat pada Kenayan.