Biografi Abdul Haris Nasution: Tokoh Militer dan Pemikir Strategis Indonesia

Biografi Abdul Haris Nasution: Tokoh Militer dan Pemikir Strategis Indonesia

Biografi Abdul Haris Nasution: Tokoh Militer dan Pemikir Strategis Indonesia--instagram: kabamsu_bandung

BACA JUGA:Biografi Muhammad Toha: Pahlawan yang Tewas di Peristiwa Bandung Lautan Api

Pada tahun 1948, Nasution diangkat menjadi Panglima Komando Jawa, posisi yang memungkinkannya untuk mengkoordinasikan seluruh operasi militer di Pulau Jawa. 

Namun, karirnya tidak selalu mulus. Pada 1952, ia terlibat dalam peristiwa 17 Oktober, sebuah insiden yang membuatnya sempat dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) oleh Presiden Soekarno.

Pemikiran dan Kontribusi Strategis

Nasution adalah seorang pemikir strategis yang mendalam. Bukunya yang berjudul "Pokok-pokok Gerilya" menjadi salah satu karya penting yang mempengaruhi doktrin militer Indonesia.

BACA JUGA:Biografi Mayor Rukana: Pencetus Ide Pembakaran Kota Bandung dalam Peristiwa Bandung Lautan Api

Buku ini tidak hanya menjadi pegangan bagi TNI (Tentara Nasional Indonesia), tetapi juga dipelajari oleh banyak negara lain yang tertarik dengan konsep perang gerilya. 

Melalui karyanya ini, Nasution menekankan pentingnya keterlibatan rakyat dalam perang, sehingga perang gerilya tidak hanya menjadi urusan militer, tetapi juga perjuangan seluruh bangsa.

Selain itu, Nasution juga berperan penting dalam upaya memperkuat posisi militer dalam politik Indonesia, terutama setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memulihkan UUD 1945. 

Ia berpendapat bahwa militer harus memiliki peran dalam menjaga stabilitas nasional dan ikut serta dalam pembangunan negara, yang kemudian dikenal sebagai "Dwi Fungsi ABRI."

BACA JUGA:Biografi Mayor Rukana: Pencetus Ide Pembakaran Kota Bandung dalam Peristiwa Bandung Lautan Api

Masa-masa Akhir dan Warisan

Setelah Orde Lama berakhir dan Soeharto berkuasa, Nasution tetap menjadi tokoh penting dalam militer dan politik Indonesia.

Namun, hubungannya dengan Soeharto tidak selalu harmonis, terutama karena perbedaan pandangan mengenai peran militer dan kepemimpinan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: