Hakim PN Lubuk Linggau Dilaporkan ke KY dan Bawas MA, Nah Loh, Apa Masalahnya
Hakim PN Lubuk Linggau Dilaporkan ke KY dan Bawas MA, Nah Loh, Apa Masalahnya-Tangkap Layar-facebook Pengadilan Negeri Lubuklinggau
JAKARTA, LINGGAUPOS.CO.ID – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Linggau yang menyidangkan perkara 3 Satpam PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung.
Diketahui ketiga Satpam PT SKB yang telah divonis hakim PN Lubuk Linggau bersalah itu, M Akib Firdaus (59), Syarief Hidayat (53), dan Subandi (55).
Hakim menyatakan ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama sama merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB, sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.
Sidang 3 Satpam PT SKB itu dijalani di Pengadilan Negeri Lubuk Linggau dipimpin hakim Achmad Syaripudin, didampingi anggota hakim Verdian Martin, dan Marselinus Ambarita, serta Panitera Pengganti (PP) Enrik Pedi Endora.
BACA JUGA:Pensiunan Polisi Halangi Kegiatan Pertambangan di Muratara, Begini Kata JPU Kejari Lubuk Linggau
Para hakim PN Lubuk Linggau tersebut dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Bawas Mahkama Agung oleh 3 Satpam PT SKB karena diduga telah berpihak kepada pelapor dalam memutuskan perkara.
Informasi ini disampaikan kuasa hukum 3 Satpam PT SKB Aldrino Lincoln dalam keterangan tertulis dikutip LINGGAUPOS.CO.ID dari jpnn.com, Selasa, 9 Juli 2024.
Dalam laporannya ke KY dan Bawas MA, para hakim yang menyidangkan perkara 3 Satpam PT SKB diduga berpihak kepada pelapor.
Sehingga hakim PN Lubuk Linggau menjatuhkan vonis tak adil terhadap 3 Satpam PT SKB.
BACA JUGA:Pasutri di Empat Lawang Kepergok Maling Kambing, Suaminya Kabur- Istri Diamankan
Untuk itu, Aldrino Lincoln meminta KY dan Bawas MA mengawasi dan menindak hakim PN Lubuk Linggau yang menyidangkan perkara 3 Satpam PT SKB.
“Karena ini jelas kasus perdata. Tapi, mereka tak mempertimbangkan hal itu dan tetap memvonis klien kami 1 tahun penjara,” kata Aldrino dalam keterangan tertulisnya.
Ditambahkan Aldrino, dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956 menegaskan, kasus perkara pidana tidak dapat diputus sebelum kasus perdata diselesaikan.
Namun pada kenyataannya, para hakim tidak mematuhi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956 tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: