Resiko Transaksi Tol dengan MLFF, Pengganti kartu Tol yang Diterapkan Pemerintah Mulai 2024

Resiko Transaksi Tol dengan MLFF, Pengganti kartu Tol yang Diterapkan Pemerintah Mulai 2024

Resiko Transaksi Tol dengan MLFF, Pengganti kartu Tol yang Diterapkan Pemerintah Mulai 2024--instagram: rijallofcl

BACA JUGA:Kartu Tol Akan Dihapus Pada Tahun 2024 Digantikan MLFF Uji Coba Diterapkan di Tol Bali-Madura

Setelah E-OBU aktif, GPS akan menentukan posisi pengguna berdasarkan satelit yang kemudian proses map-matching (pencocokan peta) akan terjadi di pusat sistem.

Resiko yang mungkin dianggap berat oleh pengguna jalan tol yakni ponsel pintar (smartphone) harus selalu aktif dan data internet harus selalu ada.

Sementara, bila data internet selalu ada dapat dianggap merugikan konsumen karena memerlukan biaya sendiri di luar tarif tol.

Seperti yang dapat diketahui, apabila Global Positioning System (GPS) selalu aktif tentunya akan memakan data internet dan baterai cepat habis.

BACA JUGA: Isi Saldo Kartu Tol di Indomaret Gampang, Begini Caranya

Sama halnya dengan GNSS yang juga akan memerlukan data internet. Dikhawatirkan juga ketidakstabilan jaringan internet akan berpengaruh.

Sehingga diperlukannya ketersediaan data dan stabilitas jaringan internet yang kuat sepanjang jalan tol yang anda lewati.

Mengutip dari tulisan, Deddy Herlambang Pengamat Transportasi, bahwa berdasarkan dari Negara yang telah menggunakan MLFF dan Single Lane Free Flow (SLFF) adalah munculnya ghost car (mobil hantu).

Untuk melakukan pelacakan terhadap mobil hantu  dalam CCTV sangatlah sulit, sebab terdapat kendaraan sama dan pengemudi sama tapi plat nomor kendaraan berbeda-beda,  bila tidak ada data kendaraan dalam base server (data kepolisian), maka dianggap mobil bodong.

BACA JUGA:Kartu Tol Dihapus, Ganti Sistem MLFF, Berikut Cara Kerjanya

Mobil hantu yang sengaja masuk tol MLFF ini yang tidak bayar tol, artinya mereka akan mendapatkan hukum pidana.

Lalu, bila masuk tol tidak bayar karena kerusakan aplikasi atau saldo kurang tentunya hal ini bisa masuk ke ranah hukum perdata.

Deddy mengatakan jika, persoalan-persoalan itulah yang perlu payung hukum yang lebar, rujukan hukumnya jelas, dan tiada gugatan publik. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: