Sejarah Lubuklinggau Pada Masa Kolonial Belanda dan Jepang, ini yang Dilakukannya di Lubuklinggau

Sejarah Lubuklinggau Pada Masa Kolonial Belanda dan Jepang, ini yang Dilakukannya di Lubuklinggau

Sejarah Lubuklinggau Pada Masa Kolonial Belanda dan Jepang, ini yang Dilakukannya di Lubuklinggau--museum perjuangan subkos garuda sriwijaya

Secara praktis, pemerintah Palembang di bawah langsung oleh Belanda (direct bestuur), bahkan penghapusan kesultanan membuat Belanda memerintah secara langsung di Sumatera Selatan.

Selain itu, Belanda juga menempatkan Lubuklinggau menjadi daerah kepentingan dagang kolonial Belanda baik secara ekonomis maupun dari segi keamanan. 

Kemudian, Lubuklinggau didirikan sebuah marga Sindang Keliling Ilir (SKI) oleh Belanda untuk kepentingan kekuasaan teritorial, hal itu pun berlanjut menaikkan Lubuklinggau dari status Marga menjadi Ibukota Onder Afdeeling Moesi Oeloe 1934.

BACA JUGA:Setelah 85 Tahun, Akhirnya RS dr Sobirin di Lubuklinggau Berhenti Beroperasi, Berikut Sejarahnya

Marga merupakan sistem daerah teritorial terendah berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam, bahkan hingga Kesultanan jatuh ke tangan Belanda kemudian diganti dengan Keresidenan Palembang, Pemerintahan marga tetap diteruskan.

Selain Palembang yang menjadi pusat pemerintahan Karesidenan, Belanda pun mulai memperlihatkan daerah-daerah luar Palembang yang berada di pedalaman uluan Sungai Musi, termasuk Moesi Oeloe (Sekarang wilayah Musi Rawas dan Lubuklinggau).

Awalnya Lubuklinggau statusnya hanya sebuah dusun kecil yang masyarakatnya berasal dari negeri Ulak Lebar sebagai peradaban awal.

Kemudian dipindahkan secara paksa oleh Belanda mengingat lokasinya yang sangat tidak strategis untuk kepentingan pemerintahan kedepan.

Sehingga mereka menempati tempat baru yang diberi nama Dusun Lubuklinggau (sekarang yang ada di dekat Pertamina) sebagai ibukota kedudukan marga Sindang Kelingi Ilir, 

Disamping itu, pada 1854 Belanda melakukan kodifikasi aturan yang termuat dalam piagam-piagam Ratu Sinuhun dan Sunan Cinde Walang (Simbur Cahaya). Upaya tersebut dilakukan demi kepentingan dan keberlangsungan pemerintah kolonial Belanda.

Disamping itu, Belanda juga telah membuat sejumlah perubahan, sebagai realisasi dari rencana perubahan ibukota baru.

diantaranya Belanda telah membangun jalan raya rute Palembang menuju Muara Beliti diteruskan ke Lubuklinggau (1906-1916), jalur kereta api (1914), Perkebunan Kelapa Sawit di Air Temam dan Taba Pingin (1926), dan Perkebunan Karet di Belalau (1929).

BACA JUGA:Sejarah Singkat Hari Sumpah Pemuda, Cocok untuk Jawaban Soal Ujian

Selanjutnya Belanda juga membangun bendungan watervang sebagai sarana pengairan, sementara itu, dalam memenuhi kebutuhan hiburan pada masyarakat Lubuklinggau sebagai ibukota Onder Afdeeling Oeloe, Belanda membangun Bioskop Gelora tahun 1935.

Hingga akhirnya, pada 17 Februari 1942 pasukan Jepang mulai masuk ke Lubuklinggau menggunakan kereta api dari rute Kertapati, Palembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: