Asal Mula Situs Megalitik Tutari, dari Nama Suku yang Hidup 6000 Tahun Lalu, Punah saat Memperebutkan Wilayah

Asal Mula Situs Megalitik Tutari, dari Nama Suku yang Hidup 6000 Tahun Lalu, Punah saat Memperebutkan Wilayah

Situs Megalitik Tutari diambil dari nama sebuah kawasan cagar budaya berbentuk situs megalitik. -Dokumen-LINGGAUPOS.CO.ID

BACA JUGA:Sumsel Barat Terbentuk, Lubuklinggau Sudah Siapkan Kantor Gubernur

Saat ini kondisi batu-batu tersebut sudah mulai terkikis oleh iklim sehingga bentuk dan besarannya sudah tidak sama lagi.

Ada pula yang disebut sebagai batu berjajar (stone arrange) terdiri dari tatanan dua deret batu disusun berjajar di mana  deret sebelah kanan terdiri dari 70 batu. 

Sedangkan deret kiri sebanyak 44 batu. Batu-batu ini susunannya seperti penunjuk arah dengan pangkalnya ke arah batu berlukis dan bagian ujung mengarah ke kelompok menhir. 

Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebut, model tinggalan megalitik seperti ini umumnya dikaitkan dengan suatu kegiatan upacara.

BACA JUGA:Jadi Khatib Jumat di Masjid Agung As-Salam Lubuklinggau, Ridwan Mukti Sampaikan Ini

Lalu ada lagi peninggalan berupa batu temu gelang (stone enclosure) yaitu tatanan batu tersusun melingkar di mana ujung satu dan lainnya saling bertemu. 

Terdapat enam kelompok batu temu gelang dan masuk ke sektor batu berlukis. Terakhir adalah batu tegak atau menhir yang berada di puncak Bukit Tutari dengan ukuran beragam. 

Ukuran terkecilnya tercatat 14 sentimeter dan terbesar yaitu 88 cm. Kelompok menhir ini berjumlah 110 batu dengan keunikan yaitu batunya tidak tertanam ke dalam tanah tetapi hanya didirikan dengan bertopang kepada susunan batu-batu ukuran lebih kecil di sekeliling menhir supaya tidak roboh.

Seluruh pemangku kepentingan sudah sepatutnya bersama-sama menjaga dan melindungi Situs Tutari yang telah telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya nasional berdasarkan Undang Undang nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya. 

BACA JUGA:Soal Pemekaran Sumselbar, Mantan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti Sebut Sangat Memungkinkan

Lantaran di sekitar Situs Tutari selain sudah mulai termakan oleh iklim dan ditumbuhi lumut, dan jamur serta sempat terkena kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  

Ini semua berpengaruh terhadap terjadinya proses pelapukan motif-motif gambar dari batu berlukis.

Belum lagi kehadiran menara kabel tegangan listrik yang bersinggungan dengan Situs Tutari serta ancaman pemanfaatan lahan untuk permukiman penduduk dan area berburu. 

Karena itu, Balai Arkeologi Papua sejak beberapa tahun terakhir berkampanye untuk menyelamatkan warisan prasejarah rakyat Papua tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: