Muhammadiyah Rayakan Idul Fitri 1444 H Lebih Dulu dari Pemerintah? ini Penjelasan Haedar Nashir

Muhammadiyah Rayakan Idul Fitri 1444 H Lebih Dulu dari Pemerintah? ini Penjelasan Haedar Nashir

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta kepada masyarakat Indonesia untuk menghormati Ijtihad yang dilakukan Muhammadiyah-Foto/Dok/Muhammadiyah---

JAKARTA, LINGGAUPOS.CO.ID - Kemungkinan organisasi Muhammadiyah akan merayakan Idul Fitri 1444 Hijriah terlebih dahulu. Kenapa demikian?
 
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada hari Jumat 21 April 2023.

Sementara 1 Ramadan 1444 Hijriah menurut Muhammadiyah akan jatuh pada hari Kamis Pon 23 Maret 2023.

Kemudian 10 Zulhijah 1444 Hijriah atau Idul Adha bertepatan dengan hari Rabu Kliwon 28 Juni 2023.

BACA JUGA:Pemutihan Pajak di Sumatera Selatan, 2 Jenis Kendaraan Dibebaskan Bayar Pajak, Cek Kendaraan Kamu Masuk Nggak

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta kepada masyarakat Indonesia untuk berlapang dada terkait putusan yang dibuat organisasinya.

Menurutnya, penetapan hari raya Idul Fitri 1444H atau Lebaran 2023 merupakan ranah hukum yang perlu dihormati, yakni ijtihadiyah.

“Jangan juga dijadikan sumber yang membuat kita Umat Islam dan warga bangsa lalu retak, karena ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian denyut nadi perjuangan perjalanan sejarah Umat Islam yang satu sama lain saling paham, menghormati dan saling menghargai,” terang Haedar.

Seperti diketahui metode penetapan kriteria hilal yang dilakukan Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah Indonesia.

BACA JUGA:Pemudik, ini Daftar SPBU yang Ada di Musi Rawas, Lubuklinggau dan Muratara

Jika Kementerian Agama sepakat dengan kriteria MABIMS, maka Muhammadiyah menetapkan metode hisab hakiki wujudl hilal.

Mengutip salinan artikel Universita Muhammadiyah Kotabumi,  kriteria dengan metode ini adalah telah terjadi ijtimak (konjungsi).

Yaitu pada saat terbenam matahari, bulan belum terbenam; dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk.

Menjadikan keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan komariah baru merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.

BACA JUGA:Simak! ini Cara Cek Tarif Tol 2023 Lewat Google Maps, Cek Tahapan dan Daftarnya di Sini

Bahkan, dengan metode hisab hakiki wujudl hilal dapat menetapkan tanggal satu momen penting lainnya dalam Islam, yakni 1 Zulhijjah.

Dengan begitu, Muhammadiyah juga telah menetapkan 1 Zulhijjah jatuh pada Senin, 19 Juni 2023.

Berbeda dengan metode kriteria baru MABIMS yang selama ini dilakukan Kementerian Agama.

Kriteria MABIMS maksudnya adalah wujudl hilal berdasarkan kriteria kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).

BACA JUGA:Tol Indralaya-Prabumulih, Perjalanan Palembang Menuju Prabumulih Hanya Waktu 1 Jam

Penetapan wujudl hilal kriteria baru MABIMS berdasarkan imkanur rukyat dianggap memenuhi syarat apabila posisi hilal mencapaian ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

Kendati begitu, Kementerian Agama perlu melakukan sidang isbat kembali untuk memastikan bahwa hilal sudah terlihat sesuai kriteria baru MABIMS.

Penjelasan BRIN

Sementara menurut penjelasan Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, perbedaan ini ada beberapa faktor.

BACA JUGA:Pemudik Wajib Tahu, ini Tarif Tol Trans Sumatera dan Jawa, Bisa Juga Cek di Google Map, Yuk Intip Caranya

Ia mengatakan, perbedaannya hanya wujud dan masalah kriteria dari posisi hilal bulan.

Jika pada waktu Maghrib pada 20 April 2023, posisi hilal bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, maka wajar terjadi perbedaan.

“Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS,” jelasnya dikutip dari brin.go.id.

Thomas pun menjelaskan masing-masing metode antara kriteria MABIMS dan versi wujudl hilal.

BACA JUGA:Pemutihan Pajak, Tunggakan 2 Tahun atau Lebih, Cukup Bayar Segini

“Namun di sisi lain, sudah memenuhi kriteria wujudl hilal. Jadi, ada potensi perbedaan, yaitu versi 3 derajat dan elongasinya 6,4 derajat maka 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, sedangkan versi wujudl hilal, 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023,” urainya.

Thomas mengatakan perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Zulhijjah akan terus berulang jika tidak ada otoritas tunggal.

Jika terdapat otoritas tunggal, maka kriteria awal bulan atau penanggalan kalender Hijriyah akan terwujud sesuai kesepakatan bersama.

“Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama," ujarnya.

BACA JUGA:Penetapan Idul Fitri 1444 H Berpotensi Berbeda, Berikut Penjelasan Kemenag

Dengan kondisi saat ini, kata Thomas, otoritas tunggal dapat dibentuk di tingkatan nasional ataupun regional.

"Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional," katanya.

Ia menjelaskan, penetapan awal bulan Hijriyah mangacu pada batas wilayah hukum, sesuai batas kedaulatan negara.

Dengan begitu kriteria dapat diupayakan untuk kesepekatan bersama.

BACA JUGA:Ini 5 Ide Menu Sahur Ramadan Praktis, Dijamin Lahap

"Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. Kriteria diupayakan untuk disepakati bersama,” pungkas Thomas.(disway.id)




Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: