Lupa Baca Niat, Puasa Ramadan Apakah Sah? Ini Penjelasan Imam Syafi`i
Ilustrasi puasa Ramadan 1444 H-muhammadiyah.or.id-
JAKARTA, LINGGAUPOS.CO.ID - Puasa Ramadan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mencukupi syarat dan rukun.
Sahnya puasa Ramadan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar.
Manusia tak luput dari lupa dan dosa, termasuk lupa membaca niat puasa Ramadan di malam hari, lalu bagaimana hukumnya dalam Islam?
Lupa baca niat, puasa apakah sah? Pertanyaan demikian sering kali muncul disampaikan saat ibadah puasa Ramadan.
BACA JUGA:Ini Macam-macam Rasa Boba untuk Buka Puasa Ramadan
Untuk menjawab itu, ada banyak pendapat terkait lupa baca niat untuk puasa tersebut.
Sebagian ulama, berpendapat jika kita bangun di waktu malam dan makan sahur, maka sudah dianggap melakukan niat puasa.
Meski tidak melakukan niat di waktu malam, baik sengaja waktu lupa, asalkan makan sahur, maka puasa dinilai sah.
Sedangkan sebagian ulama lainnya, menyebutkan, makan sahur tidak cukup untuk menggantikan niat.
Oleh karenanya, jika makan sahur namun tidak melakukan niat, sebagaimana niat puasa pada umumnya baik sengaja atau lupa, maka dinilai tidak berniat untuk berpuasa.
Akibat tidak niat puasa itu, maka puasanya dinilai tidak sah.
Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, dosen Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga, menuliskan pemahamannya terkait permasalahan "lupa baca niat, puasa apakah sah?" ini.
Menurutnya, banyaknya fadhilah dan kelebihan yang dimiliki Ramadhan. Namun ibadah Ramadhan tanpa dilandasi dengan niat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, tentunya puasa Ramadhan juga tidak berarti.
"Sebagaimana ibadah-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah i’tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan," ujar alumnus doktoral UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, mengungkapkan bahwa maksud secara sengaja yakni setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa.
"Imam Syafi’i sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678)," ungkap Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi.
Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut.
Talaffudh, kata Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, berguna dalam memantapkan i’tikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.
Setiap muslim berkewajiban untuk mencukupi syarat dan rukun dalam menjalankan puasa.
Ditegaskannya, sahnya puasa Ramadan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar, sebagai rukun pertama.
Keterangan ini sebagaimana hadis Nabi saw: “Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan dari hadis tersebut, sangat jelas bahwa orang yang tidak niat puasa fardlu di malam harinya, maka puasanya tidak sah.
Namun, bagaimana jika ada seseorang yang lupa berniat di malam harinya, tetapi dia makan sahur, apakah dengan makan sahur tersebut sudah mewakili niatnya yang tak terbersitkan di dalam hati?
Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi memberikan jawabannya dengan merujuk pendapat Al Alim al Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, murid imam ahli fiqh, Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Fathul Mu’in telah membahas permasalahan ini.
“Makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat, meskipun ia makan sahur bermaksud agar kuat melaksanakan puasa. Dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa karena khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat. (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, kitab Fathul Mu’in)," ungkapnya mengutip kitab Faathul Mu`in.
BACA JUGA:Sore ini Kementerian Agama Umumkan 1 Ramadan 1444 H, Rukyatul Hilal di Hotel Aryaduta Palembang
Berdasarkan keterangan tersebut, sambung Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, maka sangat jelas bahwa makan sahur belum mewakili niat puasa.
"Sehingga puasa yang dilakukan oleh orang yang lupa niat puasa di malam harinya dianggap tidak sah, dan ia harus mengqadha puasa tersebut di luar bulan Ramadan," katanya.
Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, melanjutkan, meski puasanya tidak sah, bukan berarti ia boleh makan dan minum sepuasnya atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu.
Orang tersebut tetap disyari'atkan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu.
Demikian itu untuk menghormati waktu yang banyak orang melaksanakan puasa di dalamnya, yakni bulan Ramadan.
Meskipun puasanya tidak dianggap tetapi ia tetap mendapatkan pahala dengan menahan diri tidak makan dan melakukan perkara yang membatalkan puasa.
Ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut: “Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadan di pagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315).
Berdasarkan dari keterangan di atas, orang yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya.
BACA JUGA:Andriyanto Mantan Direktur BUMD Mura Sempurna Merasa Dikriminalisasi
Dengan catatan, sambung Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti dipahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.
Niatan taqlid seperti ini perlu. Mengingat umat muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dalam aturannya mengharuskan niat di malam hari, tidak boleh niat di pagi hari (seteleh terbit fajar).
"Bila niat berpuasa di pagi hari tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak," jelasnya.
Ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab fatwanya: “Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah kehati-hatian dengan niat. Niat yang demikian itu mengikuti (taqlid) Imam Abu Hanifah. Bila tidak diniati taqlid maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ, juz IV, hal. 307).
BACA JUGA:Kapolres Ingatkan Penyebar Video Emak-emak Labrak Polisi Bisa Dikenakan UU ITE
Masih dalam tulisan Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, disebutkan, berdasarkan dari penjelasan di atas, apabila ada orang yang lupa berniat puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya.
Namun perlu ditegaskan bahwa solusi ini hanya untuk mereka yang lupa tidak berniat, bukan sengaja tidak berniat di malam hari.
"Catatan penting yang harus digaris bawahi adalah jangan sampai terjadinya talfiq dalam beribadah," tegasnya.
Jika tidak bertaqlid atau mengukti Imam Abu Hanifah kewajiban berpuasa tetap dilanjutkan siang harinya dan mengqadhanya di hari lainnya.(disway.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: