Bharada Richard Eliezer dan Alasan Penghapus Pidana

Bharada Richard Eliezer dan Alasan Penghapus Pidana

Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjadi saksi kunci kematian Brigadir J-Ilustrasi: Syaiful Amri-disway.id

 

  • Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit, Pasal 44 KUHP;
  • Umur yang masih muda (dibawah umur), meski sejak tahun 1905 hal ini baik di Belanda atau Indonesia tidak lagi jadi alasan penghapus tapi hal yang meringankan.

2. Uitwending, yakni alasan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabanperbuatan seseorang yang terletak diluar diri orang tersebut, antara lain :

 

  • Keadaan memaksa atau overmacht, Pasal 48 KUHP;
  • Pembelaan terpaksa atau noodweer, Pasal 49 KUHP;
  • Melaksanakan Undang-undang, Pasal 50 KUHP;
  • Melaksanakan perintah jabatan, Pasal 51 KUHP.

 

Berdasarkan penjelasan Memorie Van Toelichting (MvP) sebagaimana uraian diatas maka terjawablah bahwa dalam khasanah hukum pidana tidak semuaperbuatan pidana dapat dihukum meskipun benar ada perbuatannya, memenuhi unsur, ada korban, ada pelaku dan bukti yang memperkuat sangkaan itu, atau dalam terminologi hukum pidana dikenal dengan istilah alasan penghapus pidana, yakni alasan pemaaf dan alasan pembenar, hal ini secara jelas diatur KUHP dalam title III dari buku I KUHP.

 

DAPATKAH BHARADA RICHARD ELIEZER LEPASDARI JERATAN PIDANA ??

 

Penetapan Bharada Richard Eliezer sebagai Tersangka bersama 3 lainnya yang diikuti tindakan projustitia berupa penahanan tentu telah didasarkan atas bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud Pasal 17 KUHP, yang didapatselama proses penanganan perkara baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

 

Mengutip pendapat Chandra M Hamzah (mantan Komisioner KPK) dalam bukunya Penjelasan Hukum Tentang Bukti Permulaan Yang Cukup, menyatakan secara substansi, fungsi bukti permulaan yang cukup dapat dikategorikan atas 2 kategori yang merupakan prasyarat untuk :

 

Melakukan penyidikan;

 

Menetapkan status tersangka terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana

 

Dari 2 kategori diatas jelas bahwa penetapan para Tersangka didasarkan atas adanya bukti permulaan yang cukup yang didapat dari proses pemeriksaan oleh timsus, meskipun pada awalnya Bharada Richard Eliezer memberikan keterangan bahwa ia tidak berada di TKP namun hanya mendengar adanya suara tembakan dan keterangan tersebut kemudian berubah setelah yang bersangkutan diperiksa kembali yang pada pokoknya memberikan kesaksian bahwa ia yang menembak Brigadir J atas perintah Tersangka Irjen Ferdy Sambo dengan didampingi oleh Penasehat Hukum serta mengajukan permohonan sebagai Justice Collaborator (JC) ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk bekerjasama dan mengungkapkan secara terang benderang perkara ini.

 

Jika dihadapkan pada pertanyaan, apakah dimungkinkan Tersangka dapat bebas atau lepas dari jeratan hukum ? bisa ya, bisa tidak.Peluang untuk lepas dari jeratan hukum setidaknya disampaikan oleh ahli hukum pidana dari Universitas Katolik Parahiyangan, Nefa Claudia Meliala dengan menggunakan ketentuan Pasal 51 (1)KUHP berbunyi:

“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana

Dan pasal 48 KUHP berbunyi:

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”.

 

Penggunaan perintah jabatan atau Ambtelijk Bevel yang diatur Pasal 51 ayat (1) tidak serta merta dapat diterapkan karena mesti dibuktikan apakah perintah atasan dimaksud bersifat melawan hukumatau tidak,karena perintah yang sah harus dimaknai melaksanakan ketentuan Undang-undang, oleh karenanya dalam perkara ini perintah atasannya untuk menembak korban apakah dapat dikategorikan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang?

 

Meski demikian jika penerapan Pasal 51 ayat (1) diatas tidak memberikan peluang untuk lepas dari jeratan hukum, alternatif lain bisa saja pihak tersangka menggunakan Pasal 48 tentang daya paksa atau overmachtdengan setidaknya mampu membuktikanapakah pada saat itu yang bersangkutan mengalami tekanan yang luar biasa baik secara fisik atau psikis, diancam dibunuh sehingga ketakutan dan tidak berani untuk melakukan perlawanan kecuali mengikuti perintah tersebut.Secara limitatif, Undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih jauh apa yang dimaksud dengan daya paksa atau overmacht, namun berkenaan defenisi daya paksa kita dapat merujuk pada Memorie Van Toelichting (MvP), bahwa dimaksud daya paksa adalah setiap kekuatan, setiap dorongan, setiap paksaan yang tidak dapat dilawan.

 

Dari pendapat ahli Nefa Claudia Meliala ketentuan Pasal 48 ini sangat mungkin digunakan oleh tersangka Bharada Richard Eliezer atau kuasa hukumnyasehingga dapat dipakai sebagai alasan pemaaf untuk tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada Bharada Richard Eliezer karena dia berada pada situasi terganggu psikis dan mengalami ketakutan atas perintah atasannya, apalagi dari informasi yang berkembang ada teriakan Irjen Ferdy Sambo dengan kata-kata, tembak beberapa kali saat kejadian pada Jumat 8 Juli 2022 di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jaksel.

 

Hal yang terpenting dari semua ini adalah bagaimana upaya dari tersangka Bharada Richard Eliezer dan kuasa hukumnya maksimal untuk membangun argumentasi yang logis serta didukung bukti-bukti yang kuat sehingga mampu membantah atau mematahkan semua tuduhan dari Penuntut Umum dipersidangan nantinya, pada akhirnya majelis hakim dapat memahami secara utuh konstruksi perkara ini serta melihat peran masing-masing tersangka dengan menggunakan pendekatan alasan penghapus pidana sebagai entry point pembelaan untuk terlepas dari jerat hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: