Karmin, Pewarna Makanan dari Serangga, yang Kehalalannya Diperdebatkan, NU dan MUI Beda Pendapat

Karmin, Pewarna Makanan dari Serangga, yang Kehalalannya Diperdebatkan, NU dan MUI Beda Pendapat

Karmin, Pewarna Makanan dari Serangga, yang Kehalalannya Diperdebatkan, NU dan MUI Beda Pendapat--freepik

BACA JUGA:5 Masjid Wisata Religi yang Menarik Dikunjungi di Sumsel, Salah Satunya Masjid Agung As-Salam Lubuklinggau

Adapun pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University sekaligus auditor halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menerangkan, karmin dibuat dari serangga Cochineal (Dactylopius coccus) atau kutu daun yang menempel pada kaktus pir berduri (genus Opuntia).

Dikutip dari halalmui.org, Muti Arintawati mengingatkan bahwa penggunaan pewarna juga membutuhkan adanya bahan pelarut, bahan pelapis, hingga bahan pengemulsi agar warna semakin cerah, tidak mudah pudar, dan stabil.

Bahan pelarut dapat menggunakan bahan etanol, triacetin atau gliserin. Gliserin salah satunya dapat dihasilkan dari proses hidrolisis lemak hewani. Bahan pelapis dapat menggunakan sumber gelatin, yang umumnya berasal dari gelatin hewani. Bahan pengemulsi dapat menggunakan turunan asam lemak yang berasal dari asam lemak hewani.

BACA JUGA:Ketahui, Sosok ini Orang Pertama Kali yang Merayakan Maulid Nabi

Mengingat bahan tambahan pada pewarna alami tersebut banyak menggunakan bahan dari hewan, maka harus dipastikan bahwa bahan tersebut berasal dari hewan halal yang diproses secara halal. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: