UU Kesehatan Disahkan, Mau Jadi Dokter Spesialis Tidak Perlu Mendaftar di Fakultas Kedokteran
Ilustrasi UU Kesehatan--
Kolam ikan pun keruh. Sebentar. Reaksi masyarakat itu membuat suhu memanas tapi terukur. Panas itu pun reda sendiri.
Lantas: dok! UU Kesehatan disahkan Selasa kemarin. Aklamasi. Tidak ada oposisi. Tidak ada interupsi. Semulus rel kereta cepat Ya-Wan nan permai.
Maka perubahan besar segera bergulir. Izin praktik dokter tidak lagi perlu rekomendasi IDI. Bahkan kata IDI tidak lagi ada di UU Kesehatan yang baru.
Seperti izin dagang lainnya, izin praktik dokter akan dikeluarkan oleh pemerintah. Siapa yang dimaksud pemerintah masih harus menunggu ketentuan lebih lanjut. Mungkin Dinas Kesehatan kabupaten atau kota.
Izin itu akan berlaku seumur hidup. Tidak harus memperpanjang setiap lima tahun.
BACA JUGA:Mohon Doanya, Balita dari Puskesmas Megang Ikuti Lomba Tingkat Provinsi Sumatera Selatan
Ketika IDI didirikan pada 1950, jumlah dokter yang hadir di muktamar pada saat itu 181 dokter. Pejabat pemerintah di bidang kesehatan pasti dokter. Pasti anggota IDI. Maka antara IDI dan kekuasaan di bidang kesehatan seperti manunggal.
Sedang jumlah dokter saat ini sudah lebih 151.000 orang –meski tetap belum cukup. Bidang spesialisasi pun kian banyak. Dokter spesialis punya organisasi sendiri-sendiri pula.
Dari IDI yang paling diperlukan adalah di bidang penegakan kode etik. IDI adalah polisi kode etik. Polisi perlu senjata. Setidaknya pentungan.
Rekomendasi IDI adalah senjata itu. Bagi dokter yang bandel tidak akan mendapat rekomendasi IDI untuk berpraktik.
BACA JUGA:Wali Kota Lubuklinggau Suka Petai, Perlu Juga Diketahui 9 Efek Samping Mengonsumsi Petai
Senjata itu kini dilucuti. Tanpa senjata, IDI tentu akan lebih sulit menegakkan kode etik.
Senjata itu kini di tangan pemerintah. Pemerintah tidak berhak menjaga kode etik. Yang dijaga pemerintah adalah peraturan dan perundangan.
Hanya dokter yang melanggar peraturan yang bisa ditindak oleh pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: