Yuk Simak, Ini Tata Cara Niat Puasa Ramadan yang Benar Sesuai Praktik Nabi Muhammad SAW
Ilustrasi puasa ramadan-Pixabay/ mohamed_hassan-Pixabay/ mohamed_hassan--
LINGGAUPOS.CO.ID - Di bulan Ramadan, setiap umat muslim di seluruh penjuru dunia diwajibkan untuk menjalankan amalan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Puasa merupakan aktivitas menahan hawa nafsu (makan, minum, amarah, emosi, dan lainnya) dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Adapun beberapa hal yang mampu membatalkan ibadah puasa yaitu; makan atau minum disengaja, berhubungan badan, muntah disengaja, memasukan sesuatu kelubang tubuh secara sengaja, keluar mani secara onani, haid, nifas, gila dan murtad.
Puasa wajib di bulan Ramadan hanya beberapa hari lagi. Ini tata cara niat puasa sesuai praktik Nabi Muhammad SAW.
BACA JUGA:Tingkatkan Pengetahuan Siswa, SMAN 4 Lubuklinggau Adakan Seminar Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Puasa di bulan Ramadan merupakan ibadah wajib bagi umat muslim di seluruh dunia.
Bulan suci Ramadhan juga merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT.
Sudah seharusnya umat muslim merindukan momen dan suasana saat berpuasa di bulan Ramadhan.
Puasa yang dilakukan satu bulan penuh ini bukan hanya menahan lapar dan haus saja.
BACA JUGA:Pilkades Musi Rawas Rawan Konflik, Polisi Berikan Pengawasan di 2 Daerah
Tetapi, satu hal yang harus dipahami adalah tata cara niat puasa Ramadhan.
Niat merupakan hal dasar dan sang penting diamalkan. Jika tidak, maka puasanya tak akan ada nilainya.
Seperti dilansir dari muslim.or.id, berikut tata cara niat puasa Ramadhan sesuai praktik Nabi Muhammad SAW.
Niat merupakan syarat, karena puasa adalah ibadah. Sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain.
BACA JUGA:Gadis 18 Tahun di Lubuklinggau Ketakutan, Dini Hari Tetangga yang Residivis Masuk ke Dalam Rumah
Hal ini sebagaimana sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat –Al Faruq– Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar biasa. Menahan lapar bisa jadi hanya sekedar kebiasaan atau dalam rangka diet sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah.
BACA JUGA:Ciptakan Generasi Berakhlakul Karimah, SIT Mutiara Cendekia Lubuklinggau Gelar Seminar Parenting
Namun, para pembaca sekalian perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafazkan). Karena yang dimaksud niat adalah maksud untuk melakukan sesuatu dan tempatnya dalam hati.
Dan tatkala seseorang telah sahur di pagi hari pasti dia sudah berniat dalam hati. Tidak mungkin seseorang makan sahur, kemudian dia tidak memiliki niat sama sekali. Ini mustahil! Sehingga para ulama mengatakan,
لَوْ كَلَّفَنَا اللهُ عَمَلاً بِلَا نِيَّةٍ لَكَانَ مِنْ تَكْلِيْفِ مَا لَا يُطَاقُ
“Seandainya Allah membebani kita suatu amalan tanpa niat, niscaya ini adalah pembebanan yang sulit dilakukan.” (Lihat Al Fawa’id Dzahabiyyah, hal.12)
BACA JUGA:Tim Keamanan PT PHML Tangkap Pencuri TBS, itu Orangnya
Jika kita memperhatikan lafaz niat puasa Ramadhan yang diucapkan orang-orang selama ini yaitu ‘nawaitu shouma ghodin an ada’i …‘ yang biasanya diucapkan bareng-bareng ketika selesai menunaikan shalat tarawih, tidak memiliki landasan dalil dari Al Qur’an dan Hadits sama sekali. Orang yang menganjurkan lafaz tersebut pada buku-buku panduan ibadah yang tersebar di tengah orang awam pun tidak dapat menunjukkan dalilnya. Mereka tidak memberikan catatan bahwa lafaz niat ini adalah riwayat Bukhari, Muslim, dsb.
Maka inilah yang menjadi dalil bagi kami bahwa niat tidaklah diucapkan, cukup dalam hati dan tidak ada lafaz-lafaz tertentu. Semoga Allah merahmati Imam Nawawi rahimahullah -ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- yang mengatakan,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)
BACA JUGA:Info Terbaru Pembangunan Tol Lubuklinggau, Terkendala Tuntutan Ganti Rugi
Wajib Berniat di Setiap Malam Bulan Ramadhan
Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau Rowdhotuth Tholibin, I/268 dan ini pula yang menjadi pendapat Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar dari Hafshoh bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’).
BACA JUGA:Apakah Rasa Cinta Bisa Diteliti dengan Sains?
Alasan lainnya bahwasanya hari yang satu dan lainnya adalah ibadah tersendiri tidak berkaitan dengan lainnya. Jika salah satu hari batal, hari lainnya tidaklah batal. Dan hal ini jelas berbeda dengan shalat. Maka pendapat yang kuat dari berbagai pendapat yang ada adalah niat harus diperbaharui setiap malam di bulan Ramadhan yang waktunya dapat dipilih mulai dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar (masuknya shalat shubuh).
Adapun dalam puasa sunnah tidak disyaratkan berniat sebelum terbit fajar boleh pada siang hari selama belum makan atau minum. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala di luar bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi istri yang paling beliau cintai -Aisyah radhiyyallahu ‘anha-, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kemudian Aisyah berkata, “Tidak ada.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kalau begitu saya puasa.” (HR. Muslim). Dalam menjelaskan hadits ini, Imam Nawawi mengatakan,
وَفِيهِ دَلِيلٌ لِمَذْهَبِ الْجُمْهُورِ أَنَّ صَوْم النَّافِلَة يَجُوز بِنِيَّةٍ فِي النَّهَارِ قَبْل زَوَالِ الشَّمْسِ
“Ini adalah dalil bagi mayoritas ulama, bahwa boleh berniat di siang hari sebelum matahari bergeser ke barat pada puasa sunnah.” (Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 4/157, Mawqi’ul Islam -Maktabah Syamilah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway.id