Ini Odessa, Warganya Santai Saja Dengar Sirine Tanda Serangan Roket Rusia

Ini Odessa, Warganya Santai Saja Dengar Sirine Tanda Serangan Roket Rusia

LINGGAUPOS.CO.ID – Budi berangkat ke Odessa naik bus bersama prajurit Ukraina dari Kiev, Sabtu, 18 Juni 2022. Beberapa pengungsi ikut dalam rombongannya.

Situasi di kota pelabuhan itu sangat jauh berbeda dengan kota-kota lainnya di Ukraina. Militer Rusia menguasai Laut Hitam dan perbatasan Odessa. Mereka bisa menguasai kota itu dalam satu jam. Jika mau.

BACA JUGA: Gara-gara Foto, Boleh Meliput Pertemuan Presiden Ukraina dengan Presiden Prancis

Budi kaget begitu tiba di Odessa Minggu, 19 Juni 2022. Rusia sangat dekat dengan kota pelabuhan itu. Namun masyarakat yang masih bertahan begitu banyak.

Tampang mereka pun berbeda dengan orang Ukraina di Ibu Kota Kiev. Odessa lebih beragam. Dihuni oleh belasan etnis.

“They dress more like hippies than European (Dandanan mereka lebih ke Hippies ketimbang Eropa, Red),” ujar Budi dalam pesan audio yang dikirim, Minggu, 19 Juni 2022.

Ada lebih banyak tentara di Odessa ketimbang di Kiev. Kontak senjata lebih sering terdengar. Ledakan bom menggetarkan bangunan dan tanah.

Namun, orang-orang lebih berani bepergian ke luar gedung. Mereka seakan tak peduli dengan suara sirene yang menandakan serangan roket sedang mendekat.


Situasi Kota Odessa yang sepi setelah bom meledak tak jauh dari hotel tempat Budi menginap, Senin, 20 Juni 2022. -Bud Wichers/Harian Disway-

Orang-orang sudah terbiasa dengan situasi itu setelah nyaris empat bulan digempur Rusia. Budi sangat kagum dengan keteguhan rakyat Odessa. Mental mereka sekuat baja.

Arsitektur kota itu juga sangat berbeda dengan kota di Ukraina pada umumnya. Budi memotret kubah emas yang identik dengan masjid. “Tapi itu bukan masjid. Itu Gereja ortodoks,” katanya mengirim foto satu kali lagi dari balik kamarnya.

Gereja ortodoks memang punya menara yang mirip dengan masjid. Puncak menaranya dibentuk menyerupai umbi bawang (onion dome). Layaknya masjid di Asia dan Afrika. Bentuk kubah itu menyimbolkan nyala lilin yang menerangi dunia dalam kegelapan.

Kota pelabuhan di Laut Hitam itu selalu menjadi rebutan kekuasaan nyaris selama satu abad. Lokasinya sangat strategis. Pada 1240 wilayah itu dikuasai kaum Tatar yang didirikan Haci I Giray, pemimpin bangsa Crimea.

Setelah direbut oleh Lithuania, wilayah itu dikuasai kesultanan Utsmani (Turki Utsmaniyah) pada 1529. Rusia sempat menguasai wilayah itu ratusan tahun setelah mengalahkan Utsmani. Odessa bergabung ke Ukraina setelah Uni Soviet runtuh pada 1991.

Situasi itu membuat penduduk Odessa sangat beragam. Mulai dari etnis Ukraina, Rusia, Bulgaria, Yahudi, Moldova, Belarusia, Armenia, Polandia, Albania, Armenia, Azerbaijan, Tatar Krimea, Bulgaria, Georgia, hingga Turki. 

Karena itulah arsitektur kota lebih beragam. Lebih ke arah Mediterania. Beragamnya seperti Kota Surabaya. Kota pelabuhan dengan arsitektur Jawa, Tionghoa, Arab, Madura, dan Eropa. Semua ada.

Sayang Budi belum boleh ke pelabuhan. Militer tidak memperbolehkannya ke luar ruangan beberapa hari ini. “Odessa is under attack (Odesa sedang diserang, Red),” ujar Budi Senin, 20 Juni 2022.

Sayang sekali. Sebab aktivitas di pelabuhan sangat tinggi. Odessa tak hanya penting bagi Ukraina. Pelabuhan itu menjadi satu-satunya titik ekspor pangan Ukraina ke seluruh dunia.

Ukraina merupakan salah satu produsen gandum dan jagung terbesar di dunia. Ekspor mereka menyumbang 20 persen kiriman dari pasar global.

Tak hanya itu Ukraina juga menjadi pengekspor terbesar minyak biji bunga matahari yang menjadi pesaing minyak sawit dunia.

Selama ini ekspor bahan pangan itu masih terus dikirim dari Odessa. Jika pelabuhan itu dikuasai Rusia, harga pangan dunia bakal makin menggila. Karena itulah ada banyak sekali militer Ukraina yang ditempatkan di sana.

Mereka bakal mempertahankan kota terbesar keempat di Ukraina itu. Ukraina mengirim bahan pangan ke negara-negara yang mengirim mereka bantuan persenjataan.

Kemarin, Senin, 20 Juni 2022, suasana kota mendadak sepi. Militer Ukraina meminta semua rakyat berada di rumah atau apartemen. Situasi semakin tidak kondusif. 


Budi menggunakan rompi dan helm anti peluru di dalam kamar hotelnya di Odessa.-Bud Wichers/Harian Disway-

Rusia semakin mendekat. Pagi itu Budi terbangun karena suara ledakan bom. Ia keluar ruangan mencari tahu apa yang terjadi.

Tidak ada api dan asap. “Tapi aku bisa menciumnya,” kata jurnalis kelahiran Indonesia berkebangsaan Belanda itu.

Bom mungkin jatuh agak jauh dari tempatnya. Namun ledakannya pasti besar. Budi bisa merasakannya dari getaran tembok kamarnya. “Hari ini aku lebih banyak di kamar dan menjauhi jendela,” katanya agak sedih. (harian disway)

Bunga Untuk Mendiang Sahabat Ditinggal di Katedral, baca lanjutannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway