Pengaruh Ekonomi Digital dan Gig Economy Terhadap Generasi Z

Pengaruh Ekonomi Digital dan Gig Economy Terhadap Generasi Z

Raihan Oktoviranda--

Bagi Generasi Z, kondisi ini berarti terbukanya akses kerja yang lebih luas dan cepat. Namun, pada saat yang sama, muncul tantangan serius seperti minimnya jaminan sosial, perlindungan hukum, serta risiko eksploitasi tenaga kerja.

Analisis dan Pembahasan Utama

Ekonomi digital dan gig economy memberikan dampak positif dan negatif yang signifikan bagi Generasi Z di Indonesia. Keduanya membentuk pola kerja baru yang fleksibel, tetapi juga sarat dengan ketidakpastian.

BACA JUGA:Program Balita Sehat, Generasi Emas Musi Rawas: Wujud Nyata Pengamalan Pancasila

Dampak Positif: Kebebasan, Kreativitas, dan Peluang Baru

Ekonomi digital membuka ruang luas bagi Generasi Z untuk bekerja dan berkreasi tanpa batas geografis. 

Dari sisi akses kerja, platform seperti Tokopedia atau Shopee memungkinkan anak muda, termasuk yang berada di daerah pedesaan, untuk berjualan secara daring dengan modal yang relatif kecil.

Data World Bank (2022) menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi digital terhadap PDB Indonesia mencapai 10–15 persen, dengan Generasi Z sebagai salah satu pendorong utamanya. 

BACA JUGA:Menurunnya Minat Baca dan Ancaman Masa Depan Bangsa

Fleksibilitas waktu kerja juga menjadi keunggulan utama. Survei BPS (2023) mencatat bahwa sekitar 25 persen pekerja muda di kota besar merasa lebih puas karena dapat menyeimbangkan antara kuliah, hobi, dan penghasilan.

Selain itu, gig economy mendorong pengembangan keterampilan mandiri seperti coding, desain grafis, dan digital marketing. 

Hal ini turut berkontribusi dalam menurunkan tingkat pengangguran muda hingga 5 persen selama masa pandemi (Kemenaker, 2021). 

Dampak positif tersebut menumbuhkan kemandirian, kreativitas, serta semangat kewirausahaan pada Generasi Z, sehingga mereka menjadi lebih adaptif menghadapi perubahan ekonomi digital.

BACA JUGA:Tantangan Masyarakat di Tengah Kenaikan Harga dan Arus Informasi Digital

Dampak Negatif: Ketidakpastian dan Tekanan Mental

Di balik peluang yang besar, ekonomi digital dan gig economy juga memiliki sisi negatif yang tidak dapat diabaikan. 

Ketidakstabilan penghasilan menjadi masalah utama. Studi Universitas Indonesia (2023) menunjukkan bahwa pendapatan pekerja gig dapat berfluktuasi hingga 50 persen setiap bulan, yang sering kali memaksa Generasi Z untuk berutang demi membeli perangkat kerja atau membiayai promosi jasa mereka.

Tekanan psikologis juga cukup tinggi. Jam kerja yang panjang, yaitu sekitar 10–12 jam per hari (Human Rights Watch, 2022), menyebabkan meningkatnya risiko kelelahan kerja (burnout).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: