Konsep Amicus Curiae Dalam Praktek Peradilan di Indonesia

Konsep Amicus Curiae Dalam Praktek Peradilan di Indonesia

Konsep Amicus Curiae Dalam Praktek Peradilan di Indonesia--mkri.id

LANDASAN YURIDIS IMPLEMENTASI AMICUS CURIAE   

Next question adalah apa yang menjadi dasar atau landasan yuridis terhadap praktek Amicus Curiae dalam sistem peradilan di Indonesia ? Merujuk pada beberapa ketentuan yang ada tidak ditemukan secara spesifik landasan yuridis berkenaan Amicus Curiae, namun dengan menggunakan pola pendekatan interpretasi (Interpretative Approach) hemat Penulis setidaknya ada beberapa landasan yuridis yang dapat menjadi rujukan yakni :

Pertama, Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yang berbunyi “ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”; 

Kedua, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 180 ayat (1) berbunyi ”dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul disidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”  

Ketiga, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 Pasal 14 yang menyatakan bahwa pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah “pihak yang karena kedudukannya, tugas pokok, fungsinya perlu didengar keterangannyaa” atau “pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan yang dimaksud”.

PERBEDAAN AMICUS CURIAE DAN INTERVENSI PIHAK KETIGA

Secara prinsip implementasi Amicus Curiae memiliki kesamaan dari beberapa aspek dengan Intervensi pihak ketiga meskipun tidak dikenal dalam HIR, antara lain yakni masuknya pihak yang awalnya bukan pihak yang berperkara, namun dalam perjalanan menjadi para pihak karena adanya kepentingan dalam perkara dimaksud. 

Setidaknya ada 5 (lima) perbedaan antara Amicus Curiae dengan intervensi pihak ketiga, sebagaimana uraian pada tabel di bawah ini yaitu :

1. Jenis Perkara

Hanya dikenal pada perkara Perdata, Agama dan Tata Usaha Negara.

Secara prinsip dikenal pada semua perkara tidak terbatas pada perkara perdata, agama atau TUN 

2. Kedudukan Perkara

Jika permohonan pihak ketiga (intervensi) diterima oleh pengadilan maka mutatis mutandis ia akan menjadi para pihak, sehingga pengadilan wajib mendengar dan mempertimbangkan pendapatnya karena ini akan berdampak pada hak-haknya.

Pada Amicus Curiae meskipun pendapat tertulisnya diterima oleh pengadilan, kedudukannya tidak sama dengan intervenient dalam arti pengadilan memiliki kewenangan penuh untuk mempertimbangkan atau tidak pendapat dari amici dan kekuatan Amicus Curiae terletak sejauhmana pendapat yang diberikan mampu memahami suatu isu tertentu sehingga menjadi bagian pertimbangan Hakim 

3. Tahapan Pengaduan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: