Barcelona di Bawah Laporta: Belanja Besar Pemain dan Bom Waktu Menuju Kebangkrutan

Barcelona di Bawah Laporta: Belanja Besar Pemain dan Bom Waktu Menuju Kebangkrutan

LINGGAUPOS.CO.ID - Klub super Eropa agak mirip seperti bank. Mereka kurang bertanggung jawab dengan uang yang ada, seperti yang terjadi dengan Barcelona dengan belanja besar pemain yang berisiko kebangkrutan.

Dalam dunia ekonomi, gambarannya adalah bahwa bank-bank tertentu tidak boleh dibiarkan bangkrut, tidak peduli seberapa buruk mereka dijalankan.

Seperti yang kita lihat saat adanya resesi, beberapa pemerintah memutuskan untuk campur tangan ketika sebuah bank berada di ambang kebangkrutan, menawarkan dukungan keuangan untuk memastikan bahwa mereka dapat melanjutkan aktivitas.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah memang bisa dipahami, setidaknya sampai tingkat tertentu. Itu ibarat bom waktu.

BACA JUGA:Wow, Sabuk Juara Legenda Tinju Muhammad Ali Dibeli Kolektor Irsay Rp 92 Miliar

Sementara bank hanya bisa menyalahkan diri mereka sendiri atas posisi berbahaya karena salah urus yang parah, kejatuhan kolektif mereka bisa dibilang membuat situasi yang mengerikan bahkan lebih buruk dari kebanyakan orang, menciptakan kekacauan ekonomi.

Namun, ada beberapa masalah dengan mengadopsi pendekatan 'TBTF'. Sebagai permulaan, seperti yang ditunjukkan oleh mantan Ketua Federal Reserve, Ben Bernanke.

Perusahaan yang terlalu besar untuk gagal atau bahasa Inggrisnya Too-big-to-fail (TBTF) akan cenderung mengambil lebih banyak risiko daripada yang diinginkan, dengan harapan bahwa mereka akan menerima bantuan jika perjudian mereka gagal. Dan inilah yang terjadi pada Barcelona sekarang ini.

Josep Maria Bartomeu jadi terkenal karena menguji teori 'TBTF', meninggalkan Barca di ambang kebangkrutan setelah masa kepresidenannya yang ditandai dengan pengeluaran yang sangat besar dan berlebihan.

BACA JUGA:Wajib Dibaca, Inilah Konsekuensi Tak Mau Bayar Pajak Kendaraan 2 Tahun Berturut-turut

Kecerobohannya berkelanjutan. Ia mengeluarkan dana lebih dari €1 miliar untuk urusan transfer antara 2014 dan 2019 yang terbukti sepenuhnya sia-sia, hanya merekrut dua pemain bagus selama waktu itu.

Selain itu, Bartomeu juga dengan arogan mengabaikan saran La Liga bahwa seharusnya klub tidak boleh menghabiskan lebih dari 70 persen pendapatan tahunan untuk anggaran gaji.

“LFP dan UEFA membuat rekomendasi tetapi tidak ada yang menetapkan batas gaji. Kami berada di atas batas rekomendasi namun yang penting adalah kesinambungan. Kami mampu mengatasinya,” ungkapnya.  

Ternyata mereka tidak bisa mengatasinya. Pandemi malah memperburuk keadaan Barca.

BACA JUGA:Bintang Emon Resmi Nikahi Alca Octaviani

Bartomeu, bagaimana pun, percaya bahwa Barca adalah kasus luar biasa di dunia olahraga. Pada satu sisi, ia benar.

Mungkin karena satu alasan yang sebenarnya cukup aneh, Barca benar-benar mewujudkan moto mereka, lebih dari sekadar klub.

Mereka tidak seperti yang lainnya. Mereka tampaknya tidak tersentuh aturan yang sama. Atau, paling tidak, mereka mengabaikan tanda-tanda yang ada.

Bagaimana lagi menjelaskan fakta bahwa mereka baru saja merekrut Robert Lewandowski, Raphinha, Franck Kessie dan Andreas Christensen meskipun masih memiliki utang lebih dari € 1,3 miliar dan saat ini dalam posisi yang sulit mendaftarkan pemain untuk musim 2022/23?

BACA JUGA:Touring Kumham Peduli Daerah Terpencil, Kalapas Lubuklinggau Turut Serta

Jabatan presiden Barcelona mungkin sekarang telah berpindah tangan, namun pendekatan mereka dalam urusan transfer masih tetap sama.

Memang, bos Bayern Munich, Julian Nagelsmann terheran-heran. “Mereka (Barca) punya banyak pemain baru, tidak hanya Robert. Saya tidak tahu bagaimana harus jujur,” kata dia.

“Ini satu-satunya klub di dunia yang bisa membeli pemain tanpa uang. Ini agak aneh dan gila,” imbuhnya.

Tidak ada argumen, di sana. Tapi, tentu saja, ada cara untuk mengatasi keterbatasan finansial sepakbola yang rapuh.

BACA JUGA:Touring Kumham Peduli Daerah Terpencil, Kalapas Lubuklinggau Turut Serta

Kita semua menjadi ahli dalam model ekonomi Barca saat ini. Mereka baru saja memperkenalkan'tuas ke dalam kosakata sepakbola karena cara Laporta mencoba menghidupkan kembali klub yang "mati secara klinis" ketika ia mengambil alih klub dari pendahulunya, Bartomeu.

Tidak dapat disangkal bahwa langkahnya tergolong cerdas untuk memperbaiki situasi finansial klub. Ada pemangkasan gaji. Para pemain yang tidak dibutuhkan telah dijual.

Namun, masih ada jejak sikap 'TBTF' yang tak terbantahkan dalam pendekatannya untuk menempatkan Barcelona kembali di puncak sepakbola Eropa.

Ia jelas tak takut untuk mengambil lebih banyak risiko daripada yang diinginkan. Masalahnya adalah bahwa Barca mungkin tidak akan selamat jika perjudiannya gagal.

Terlepas dari situasi klub yang rapuh, Laporta berani untuk tidak mengambil sikap secara hati-hati selama beberapa musim, dengan harapan perlahan tapi pasti membangun kembali klub.

Laporta dan perjudiannya

aporta baru saja mengumpulkan €582 juta dengan menjual 25 persen hak siar Liga klub selama 25 tahun ke depan, dan sekarang berencana untuk mengumpulkan dana lebih lanjut dengan menjual 49,9% dari Barca Licensing and Merchandising (BLM), yang menangani retail dan pemasaran.

Pada dasarnya, Barca menggadaikan masa depan mereka dengan harapan bahwa akan segera meraup keuntungan jangka pendek yang signifikan sehingga bisa menempatkan kembali klub ke posisinya semula.

Jadi, musim panas ini, Laporta berjudi di sana, sini dan di mana-mana untuk sementara mengurangi tekanan keuangan pada klub dengan harapan membangun kembali tim bermental juara.

Sukses, seperti yang mereka katakan, melahirkan kesuksesan, di dalam dan di luar lapangan, dan keyakinannya adalah bahwa jika Barca kembali mampu memenangkan trofi lagi, mereka akan merebut kembali tempat mereka di puncak Football Money League, yang memang sepakbola modern semuanya tentang uang.

Jadi, kita tahu bagaimana dan mengapa Barcelona melakukan perjudian seperti itu, pertanyaannya tetap, apakah mereka memang harus melakukan itu?

Dan sekali lagi, ini bukan tentang etika atau moralitas semata konsep asing dalam permainan modern ini tentang apakah itu bijaksana dan apakah akan benar-benar berhasil nantinya?

Lewandowski, deklarasi keputusan Laporta

Masalahnya, perjudian sudah dilakukan. Membiayai kembali pinjaman secara terus-menerus dan mengorbankan pendapatan di masa depan bukanlah rencana bisnis jangka panjang yang layak.

Strategi berani Laporta tidak boleh gagal, dan banyak yang akan bergantung pada Lewandowski: transfer sebagai deklarasi keputusannya, tidak diragukan lagi, tetapi apakah perlu? Bisa dibilang tidak.

Barca memang kekurangan pemain di beberapa lini, namun mereka mengatasi kelemahan lini depan yang kurang tajam pada Januari kemarin, dengan mengontrak Pierre-Emerick Aubameyang, yang konsisten mencetak 11 gol dalam hanya 17 penampilan di La Liga.

Apakah datangnya Lewandowski merupakan peningkatan kualitas tim? Tentu saja, ia bisa dibilang sebagai No.9 terlengkap di dunia sepakbola saat ini.

Tapi usianya akan menginjak 34 tahun bulan depan. Memang, ia bisa mengklaim masih sangat kuat secara fisik dan jelas terlihat seperti itu. Ia juga berniat untuk terus bermain di level top selama beberapa tahun lagi.

Lewandowski jelas akan menjadi jaminan mencetak gol di La Liga, dan mungkin juga di Liga Champions.

Tapi sulit untuk menghilangkan anggapan bahwa sebenarnya uang transfer besarnya seharusnya dibelanjakan lebih baik lagi, yang mungkin merupakan moto yang lebih cocok untuk Barca modern.

Efek Lewandowski

Para penggemar tidak peduli, tentu saja. Mereka langsung memborong jersey Lewandowski dengan begitu cepat sampai toko kehabisan stok huruf 'W' untuk mencetak namanya. Itu jelas tidak mengejutkan.

Setelah pembicaraan yang gencar dan menyedihkan tentang potensi kebangkrutan, Blaugrana tercinta mereka memiliki No.9 baru dan superstar bonafide, yang memperkuat gagasan bahwa Barca tetap menjadi daya tarik yang tak tertahankan bagi para pemain hebat, tidak peduli apa pun keadaan klub itu.

Lewandowski sendiri berjuang keras untuk mewujudkan transfernya, sangat keras sehingga ia cukup mengecewakan Bayern dalam prosesnya.

Ia berharap kedua belah pihak bisa melupakan apa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir karena ada hal-hal yang tidak perlu dari kedua belah pihak, yang secara efektif merupakan pengakuan bahwa ia memaksa Bavarians untuk menjualnya.

Itu bukan masalahnya Xavi, tentu saja. Ia sekarang memiliki pemain yang harusnya akan menikmati permainan di depan duo lini tengah muda yang luar biasa, Gavi dan Pedri.

Ferran Torres, Raphinha dan Ousmane Dembele juga tentu bisa menjadi pendukung yang tak kalah hebatnya bagi Lewandowski untuk melanjutkan produktivitasnya sebagai striker.

Membenahi lini belakang

Pertanyaan serius tetap ada, mengenai pertahanan, yang masih mengandalkan Sergio Busquets yang berusia 34 tahun, dan khususnya di posisi bek sayap.

Jordi Alba berusia 33 tahun sementara Sergino Dest belum meyakinkan, itulah sebabnya Barca memburu Marcos Alonso dan Cesar Azpilicueta dari Chelsea.

Namun, Barca yakin bisa mendatangkan lebih banyak pemain saat Laporta dalam waktu dekat melakukan perjudian ketiga dalam bentuk penjualan saham di BLM.

Ketika mereka melakukannya, tekanan akan sangat besar. Kesuksesan semusim pun tidak akan cukup untuk menutupinya.

Mereka hanya perlu mengirimkan pesan yang jelas kepada sponsor, kreditur, dan investor bahwa klub yang sebelumnya mati secara klinis masih hidup dan akan bangkit lagi.

Karena Laporta tidak akan mampu menyadarkan Barca untuk kedua kalinya. Tidak akan ada lagi perjudian yang bisa dilakukan jika Lewandowski dan kawan-kawan tidak sukses.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi apabila perjudian sekarang ini tidak membuahkan hasil. Barcelona harus siap menghadapi fakta apa pun di masa depan.(*)

Artikel ini sudah tayang di disway.id dengan judul: Barcelona di Bawah Laporta: Belanja Besar Pemain dan Bom Waktu Menuju Kebangkrutan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: