1 Oktober 2025 Memperingati Hari Kesaktian Pancasila, Ini Tema dan Sejarahnya

1 Oktober 2025 Memperingati Hari Kesaktian Pancasila, Ini Tema dan Sejarahnya

Hari kesaktian Pancasila 2025.--

BACA JUGA:Ratusan Peserta Adventure Offroad 4x4 Panglima TNI Jelajahi Alam di Lubuk Linggau

Insiden yang dikenal sebagai Gerakan 30 September ini masih menjadi perdebatan dalam lingkup akademik tentang siapa dalang dan apa motif nya.

Menurut Hairul Amren Samosir S.Sos, M.Pd dalam bukunya yang bertajuk Pancasila mengatakan bahwa otoritas militer dan kelompok keagamaan kala ini menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI dalam mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Peristiwa penculikan dilakukan oleh kelompok PKI dengan mendatangi rumah masing-masing korban, kecuali Perre Andreas Tendean yang tengah berada di dalam rumah Jenderal TNI AH Nasution dan menjadi korban salah tangkap.

Dalam aksinya kelompok PKI itu mengaku sebagai pasukan pengawal Istana (Cakrabirawa) dan berdalih untuk menjemput para korban dengan alasan dipanggil Presiden Soekarno, padahal tidak. 

BACA JUGA:Kendaraan Mati Pajak Dilarang Beli BBM Subsidi, Pertamina Patra Niaga Tegaskan Jangan Mudah Percaya

Namun,  R. Soeprapto, Sutoyo Siswomiharjo, S. Parman, dan Pierre Andreas Tendean ikut kelompok PKI dalam keadaan hidup .

Mereka kemudian dibawa ke sebuah markas di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Setibanya di markas keempat anggota TNI AD itu dibunuh dan mayatnya dimasukkan dalam sumur tua berdiameter 75 sentimeter dengan kedalaman 12 meter.

Sementara Ahmad Yani, MT Haryono, dan DI Pandjaitan ditembak di rumah masing-masing. Kemudian mayat mereka dimasukkan di sumur tua yang sama, yang nantinya dikenal sebagai Lubang Buaya.

Kemudian, mayat-mayat tersebut ditemukan pada 4 Oktober 1965. Setelah ditemukan, mayat ketujuh anggota TNI tersebut dimakamkan secara kenegaraan.

BACA JUGA:Kendaraan Mati Pajak Dilarang Beli BBM Subsidi, Pertamina Patra Niaga Tegaskan Jangan Mudah Percaya

Mereka dimakamkan Taman Makam Pahlawan di Kalibata, Jakarta pada 5 Oktober dan diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.

Setelah peristiwa 30 September, masyarakat Indonesia merasa terkejut dan marah. Tidak hanya mengguncang pemerintah dan militer, masyarakat merasa bahwa peristiwa ini mengancam ideologi Pancasila.

Oleh karena itu, Letnan Jenderal Soeharto diberi mandate oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966, yang kemudian disebut Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret.

Melalui surat tersebut Soeharto menjadi Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban untuk mengambil segala tindakan yang “dianggap perlu” dalam  mengatasi keamanan dan kestabilan pemerintah pada masa pembersihan setelah terjadinya G30S/PKI.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait