Perjanjian itu juga mengharuskan Divisi Siliwangi Jawa Barat mengosongkan Jabar dan berpindah menuju Yogyakarta.
Namun, hal itu ditolak mentah-mentah oleh golongan Sabilillah dan Hizbullah dengan mengancam terjadinya pelucutan senjata bagi mereka yang berpindah.
Kemudian pada 10-11 Februari 1948, Kartosuwirjo dan Oni mengadakan Konferensi Pemimpin Umat Islam di Tasikmalaya yang menghasilkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia (NII).
Saat konferensi tersebut, juga terbentuk Tentara Islam Indonesia (TII) sebagai wujud gerakan perlawanan.
BACA JUGA:Sambut HUT Kemerdekaan RI, Warga Empat Lawang Gelar Turnamen Piala Kades Pajar Bakti 2024
Pada akhir tahun 1948, Ibu Kota Yogyakarta mendapat serangan dari Belanda. Lantas, momen tersebut dijadikan peluang bagi Kartosuwirjo untuk melakukan propaganda dan mengumumkan komando perang suci total untuk melawan Belanda.
TII pun diperintahkan untuk berjuang demi terwujudnya Negara Islam Indonesia. Sempat berpindah, Divisi Siliwangi kembali ke daerah Jawa Barat yang menimbulkan perang antara tiga pihak yakni TII, TNI dan Belanda.
Bahkan, perang tersebut berlanjut hingga pertengahan tahun 1949 setelah diadakannya Perjanjian Roem Royen yang menciptakan kekosongan pemerintahan di beberapa daerah.
Nah, momen itu pun dimanfaatkan oleh Kartosuwirjo untuk memproklamasikan Negara Islam Indonesia.
Namun, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menumpas pemberontakan DI/TII, bahkan dengan menggunakan serangan fisik.
Lalu, pada 8 Desember 1950, DI/TII disebut sebagai organisasi terlarang dan terjadilah berbagai operasi anti DI/TII di Jawa Barat.
Kemudian pada 1960, Kodam VI Siliwangi melakukan usaha penumpasan intensif, salah satunya dengan operasi pagar betis yang akhirnya berhasil menangkap Kartosuwirjo dan dijatuhi hukuman mati.
*Gerakan DI/TII di Jawa Tengah
BACA JUGA:Sejarah Lomba Lari Kelereng, Seru dan Disukai Anak Saat Perayaan Kemerdekaan RI
Tidak hanya di Jawa Barat gerakan DI/TII juga berpengaruh ke Jawa Tengah. Operasi gerakan pemberontak ini terjadi di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan yang dipimpin oleh Amir Fatah pada tanggal 23 Agustus 1949.