BACA JUGA:Terimakasih AKBP Ferly Rosa Putra, Selamat Datang AKBP Koko Arianto Wardani di Muratara
Malam yang menjadi penentu kebahagian akan diraih kembali oleh Sang Raja atau malam yang terakhir Raja tidak akan bisa kembali bertemu dengan Dewi Bungsu Istrinya untuk selama-lamanya.
Detak jantung Sang Raja semakin tak beraturan, sementara pandangan matanya menyebar keseluruh balai Istana.
Ia tidak akan menyia-nyiakan momentum terindah dalam memori kehidupannya. Budak Bosok sudah berada di posisinya di atas gundukan bebatuan taman indah istana, sambil menatap ke langit cerah.
Seperti biasa suara gemerincing angin menyambut kehadiran Dewi Bungsu yang turun dari langit khayangan.
Budak Bosok mendekap erat ibunya, demikian juga Dewi Bungsu, keduanya seperti tidak Ingin dipisahkan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Sang Raja Bujang Bekorong.
la langsung mencincang ajing menjadi dua bagian dengan darah yang mengucur dan menebarkan buah pinang di hadapan Dewi Bungsu yang tertegun melihat kehadiran suaminya secara tiba-tiba.
"Dewi Bungsu, kau jangan pergi....! “Suamiku.... Kau....... kau?" Iya, aku akan membuat kita bersama lagi seperti dulu”. Dewi Bungsu bergetar tubuhnya karena hilang kekuatannya untuk melakukan terbang ke langgit.
“Suamiku, aku tidak bisa kembali ke khayangan, anakku kaukah yang menceritakan syarat itu pada Ayahandamu? Budak bosok memeluk ibunya, “Iya,ibu..... aku ingin kita bersama tinggal di bumi ini”.
BACA JUGA:Cerita Rakyat Musi Rawas, Tuah Negeri Pasang Strategi, Belanda Takut Dengan Busa Warna Merah
Lalu ketiganya berpelukan, penuh keharuan, sementara saudara-saudara Dewi Bungsu melihat dari kejauan langit sambil melambaikan tangannya tanda perpisahan yang sudah menjadi takdir. Akhirnya ketiganya hidup kembali di istana kerajaan yang meraka impikan penuh kedamaian.
Dikutip dari buku Sejarah, Legenda dan Cerita Rakyat Kabupaten Musi Rawas, awal mulanya, Bujang Bekorong tinggal di pondok sederhana bersama Neneknya.
Kesehariannya, Bujang Bekorong disibukan dengan membuka lahan dan bertani. Bujang Bekorong hari-harinya hanya dihabiskan di dalam pondok.
Sesekali turun dari pondok menyempatkan membantu Neneknya dan mandi ke sungai, atau buang hajat.