Dia melewati imbe yang terkadang belum terjamah oleh manusia, naik bukit turun bukit, lembah dengan tantangan yang sudah pasti di depan mata.
Siang berganti malam, waktu terus berjalan maju tanpa mundur meninggalkan memori yang tersimpan. Dengan letihnya Bujang bekorong beristirahat sejenak di bawah pohon beringin.
Belum lama beristirahat tanpa diduga ayam beruge berkokok, sebagai pertanda Maligai berada di sekitar tempat tersebut.
Kontan saja kelelahan Bujang Bekorong menjadi semangat yang luar biasa. Ia pun meluaskan pendangannya kesekeliling.
Benar saja di balik rerimbunan pohon beringin terlihat telaga yang airnya sangat jernih dan berbau harum.
Bujang Bekorong memastikan bahwa inilah Mahligai yang dikatakan Neneknya. Kebetulan malam yang akan datang ini adalah malam Jum'at.
BACA JUGA:Kisah Dusun Muara Beliti Musi Rawas, Si Pahit Lidah Kecewa, Sumpah Mojomanis jadi Majapahit
Berarti Bujang Bekorong tidak perlu berlama-lama berada di Maligai tersebut.Bujang Bekorong mempersiapkan segala keperluannya untuk berjaga-jaga dimalam yang akan tiba.
Bujang Bekorong dengan penuh semangat mulai berjaga diantara semak-semak yang dirasanya aman dari segala gangguan mahkluk hutan.
Air telaga tampak membiru ketika sinar rembulan mulai perlahan pasti mendominasi situasi.Perlahan pelanggi dengan warnanya yang khas membentuk konfigurasi yang estetika.
Bujang Bekorong sangat yakin sebentar lagi para bidadari akan turun ke Mahligai. Sekelebat beberapa bayangan mulai tampak dari kejauhan langit.
Lama-kelamaan semakin jelas dan jelas meluncur ke pinggiran telaga dan tanpa berlama-lama bidadari melepaskan pakaian terbangnya dan menceburkan dirinya ke telaga.
Bujang Bekorong takjub luar biasa melihat apa yang dialaminya. Beberapa kali ia mencubiti tanganya untuk memastikan apakah yang dihadapannya nyata atau hanya sebuah khayalan.
Ternyata benar, ini bukan mimpi yang dihadapannya adalah tujuh bidadari turun mandi yang kecantikannya sangat luar biasa.