JAKARTA, LINGGAUPOS.CO.ID - Umat muslim di Indonesia saat Hari Raya Lebaran mengadakan Halal Bihalal.
Istilah Halal Bihalal identik bermakna yakni Silahturahmi.
Tahukah anda, jika di balik kata Halal Bihalal ada campur tangan Presiden Pertama Ir Soekarno.
Istilah Halal Bihalal lantas dipakai hingga saat ini untuk silaturrahmi yang biasa diadakan oleh umat muslim.
BACA JUGA:Prabowo Subianto Belum Terima Surat Pamit Sandiaga Uno dari Gerindra
Halal Bihalal dilakukan usai melakukan sholat Ied dan beberapa hari setelah lebaran.
Halal bihalal memang menjadi salah satu tradisi di Indonesia yang tak pernah terlewat tiap tahunnya.
Semua bermula setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum.
Lantas dipertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.
Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim.
Sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi.
Lalu Bung Karno menjawab, "Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain".
"Itu gampang", kata Kiai Wahab, dilansir dari NU Online, 25 April 2023.
BACA JUGA:Usai Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah. Peneliti BRIN Minta Maaf
BACA JUGA:Agung Dalian yang Sebut Gubernur Sumsel Telat Datang Salat Id, Tegaskan Bukan Karena Benci
"Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'", jelas Kiai Wahab.
Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul 'Halal bi Halal' dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.(disway.id)