Terowongan Kembar
Pemadangan Terowongan Tol Cisumdawu--pu.go.id
Kang Dadan disekolahkan ke SPMA di kecamatan Tanjungsari. Sekolah Pertanian Menengah Atas. Tiap hari ia naik angkot 1 jam. Itu karena harus ganti angkot di pertengahan jalan.
Ternyata ia kuliah di jurusan jurnalistik di Universitas Islam Bandung (Unisba). Lalu jadi wartawan di Bengkulu.
Di perjalanan jalan tol ini saya baru tahu Kang Dadan lahir dan besar di Sumedang. Ia duduk di kursi belakang. Di sebelah tas saya. Sambil memandang Gunung Tampomas, ia menggumamkan sebuah lagu. Sepertinya lagu Sunda.
"Lagu apa itu Kang?" tanya saya.
"Lagu Sumedang".
"Apa judulnya?"
Ia pun mencarikan link-nya di YouTube. Saya menghidupkan speaker kecil JETE. Saya selalu membawa speaker kecil. Untuk jaga-jaga sound system di tempat senam rewel.
Lagu itu pun saya keraskan lewat speaker. Judulnya Sumedang Kota Kamelang. Sulit mencari padanan kamelang dalam bahasa Indonesia. Mungkin mirip sumelang dalam bahasa Jawa. Semacam bisa bikin kangen sampai setengah mati.
Itu menandakan orang Sumedang sangat lengket dengan daerahnya, tapi banyak yang harus ditinggal jauh demi penghidupan yang lebih baik. Kang Dadan meninggalkannya ke Bengkulu. Lalu ke Tasikmalaya. Ia tinggalkan Desa Serang, Cimalaka, dekat gunung Tampomas itu.
Kami semua mendengarkan lagunya. Mengikuti iramanya. Kang Dadan tiba-tiba terdiam. Saya menengok ke belakang. Matanya sembab. Berlinang-linang. Saya ikut bersedih. Mata saya ikut basah. Kang Dadan bertambah basahnya. Sampai sesenggukan.
Saat itu lirik lagunya berbunyi Sumgkanmiang paturai kudu pa panggang. Berat untuk pergi jauh. Meski pun itu demi ibu Pertiwi.
Saya biarkan lagunya sampai selesai. Biar dada Kang Dadan lega. Orang Sumedang memang harus merantau. Terutama ke Jakarta. Lebih terutama lagi ketika orang Sumedang bisa jadi gubernur DKI Jakarta yang hebat: Ali Sadikin.
Begitu banyak orang Sumedang merantau ke Jakarta sampai ada bus khusus jurusan Sumedang-Jakarta. Sangat legendaris. Nama busnya Medal Sekarwangi. Sampai kini.
Soal mengapa orang Sumedang harus merantau, itu karena Sumedang Ngarangrangan. Tidak banyak yang bisa diandalkan dari bumi Sumedang –selain manusianya. Sampai Sumedang digambarkan sebagai Sumedang Ngarangrangan. Ibarat pohon daunnya meranggas.
Tidak lagi sekarang, mestinya. Apalagi sudah ada jalan tol yang melintasi Sumedang. Tidak lagi terisolasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: