Oleh: Cheldy Audyfa *)
Pemerintah menggalang donasi dari rakyat saat banjir Sumatra 2025 merenggut 1.030 nyawa dan mempengaruhi 1,7 juta jiwa.
Situasi ini menjadi tanda bahaya besar yang membangunkan Generasi Z dari scroll media sosial, karena APBN triliunan rupiah justru meminta tambahan dari kantong anak muda yang sedang berjuang bayar UKT.
Korban longsor di Tapanuli serta banjir bandang di Aceh-Sumbar menangis minta tolong, tetapi narasi gotong royong jadi satu arah yaitu rakyat keluarkan dana sementara pejabat beri pernyataan.
Ini panggilan bangun kewarganegaraan agar Pancasila menjadi saling menguntungkan bukan sekadar slogan.
BACA JUGA:Generasi Z dan Gelombang Bullying: Krisis Karakter Warga Negara Muda
Drama donasi pejabat versus rakyat mulai muncul dan menjadi isu penting. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan yang sudah mengalokasikan Rp4 miliar APBN ke 52 kabupaten/kota terdampak untuk logistik darurat.
Sementara tenda pengungsian Rp3 miliar datang dari publik serta Grup Merdeka secara swadaya menggelontorkan Rp977 juta plus tim ERT untuk penyelamatan profesional.
Netizen ramai di media sosial dengan pertanyaan “Pajak kita kemana? Kok rakyat yang bayar utang negara?” Respons awal dinilai lambat sehingga pejabat tampak kurang empati, seperti komentar “tinggalkan aku, selamatkan adikmu” dari kisah keluarga Tukka terjebak di hutan berhari-hari.
Transparansi masih primitif yaitu laporan manual bukan aplikasi BNPB real-time yang bisa lacak dana sampai tangan korban.
BACA JUGA:Banjir Rejang Lebong, Rapuhnya Infrastruktur Tanggul dan Drainase
Siklon Senyar guyur 300 mm per hari menyebabkan drainase gagal total, padahal pembelajaran dari bencana sebelumnya minim kemajuan. Situasi ini menciptakan beban terbalik!
Saya sebagai mahasiswa Institut Teknologi Muhammadiyah Sumatera (ITMS) sekaligus pengamat media sosial memandang perlu dilakukan gotong royong dua arah bukan satu jalur.
Ini bukan anti-perintahan atau anti-gotong royong, melainkan Pendidikan Kewarganegaraan versi kita yang cerdas yaitu hak korban prioritas mutlak sesuai UUD 1945 Pasal 28H yang lindungi nyawa, serta kewajiban negara harus akuntabilitas tingkat tinggi.
Rakyat kontribusi sukarela saat hati nurani memanggil, tetapi pemerintah harus perbaiki akar masalah seperti mitigasi iklim buruk, sistem peringatan dini kacau, serta infrastruktur drainase ala abad 90-an.