Catatan: Hendy UP *)
G. Kebakaran Dahsyat 1961
Memasuki tahun kelima perantauan di Airketuan, penataan ekonomi-tani semakin membaik.
Sedemikian terbukanya potensi perluasan lahan untuk bertani, semakin merangsang warga untuk berjibaku dalam berkebun.
BACA JUGA:Karangketuan: Jejak Antropologis dan Kisah Heroiknya (5)
Ibarat kata pepatah, tiada hari tanpa sengatan matahari, tiada saat tanpa memeras keringat. Begitulah semangat baja para warga!
Sedari lahir hidup di kawasan perbukitan hulu sungai Kikim, kini sungguh berbeda kondisinya.
Lahan Ketuan yang datar terhampar, seakan mengubur kenangan lama di tanah kelahiran: perbukitan berbatu, terjal nan gersang, berbalut tufa-alluvial warisan tua geomorfik Kikim di lereng Gunung Dempo.
Sungguh berbanding terbalik dengan hamparan lahan Ketuan yang subur-makmur gemah ripah loh jinawi.
BACA JUGA:Karangketuan: Jejak Antropologis dan Kisah Heroiknya (4)
Maka, bekal uang yang dibawa dari dusun Lubuktube-Kikim, segera diinvestasikan untuk pembelian lahan pertanian.
Ekspansi lahan garapan semakin meluas ke arah belakang, mendekati kawasan Airsatan dan Airlesing yang masih termasuk wilayah Dusun Tanahperiuk, Lubukkupang, Pedang dan Muarabeliti.
Sebahagian lagi ke arah barat-laut mendekati sungai Megang yang berbatasan dengan wilayah Tabapingin dan Terawas.
Secara sosial, semakin terjalin kolaborasi dengan masyarakat asli dusun, bahkan mulai terjadi amalgamasi dan akulturasi budaya melslui perkawinan warga Ketuan dengan warga dusun asli di wilayah Marga Proatinlima.
BACA JUGA:Karangketuan: Jejak Antropologis dan Kisah Heroiknya (3)