Seperti sebagai contoh merek pakaian Spanyol yang berasil menghadapi boikot setelah konsumen sudah menemukan alasan tertentu melalui kampanye komunikasi.
Nasir menyarankan kepada warga untuk mencari informasi mengenai merek Israel dan merek yang diboikot melalui mesin pencarian.
Ia menekankan semakin kuat alasan boikot semakin kuat boikot itu terhadap merek dan produk tersebut.
Keberhasilan dari seruan boikot ini secara langsung berkaitan dengan seberapa jelas kerangka boikot itu didefinisikan.
"Sebanyak 45 persen peserta percaya boikot tidak akan memberikan solusi terhadap kejadian di Gaza, sementara 35 persen merasa boikot tidak diorganisir secara efektif," terangnya.
Sementara itu juga Nasir menyampaikan bagi mereka yng tidak ikut berpartisipasi dalam boikot bukanlah orang yang acuh, mereka sensitif dan sedih dengan kejadian tersebut, namun mereka menahan diri untuk berpartisipasi sebab mereka percaya bahwa tidak berpartisipasi tidak akan mengubah keadaan.
“Oleh karena itu, mereka tidak segan-segan terlihat menggunakan merek yang diboikot. Kita bisa melihat dengan jelas bahwa mereka yang ikut memboikot tidak merasa tertekan saat menggunakan produk tersebut,” tutupnya.
Itulah informasi seputar riset sebanyak 50 persen generasi Z aktif boikot produk pro-Israel. Semoga bermanfaat. (*)
Dapatkan update berita LINGGAUPOS.CO.ID di WhatsApp. Caranya klik DI SINI, kemudian klik tombol ikuti di sudut kanan atas di aplikasi WhatsApp. Atau gabung di WhatsApp Grup melalui LINK INI.