Saat presiden Soekarno memerintahkan Brigjen Soepardjo (Wakil Letkol Untung) untuk menghentikan kegiatan, Soepardjo dan pimpinan lain setuju.
Mereka bingung karena tidak ada rencana B alias rencana cadangan serta tidak jelas juga siapa yang memegang komando.
Brigjen Soepardjo dan Kolonel Latief yang pangkatnya lebih tinggi, justru menjadi wakil Untung. Belum lagi pengaruh Sjam dan Pono, dua orang dari Biro khusus PKI.
‘Rencana operasinya ternyata tidak jelas. Terlalu dangkal. Titik berat hanya pada pengambilan tujuh jenderal saja. Bagaimana kemudian bila berhasil tidak jelas.
BACA JUGA:Mengenang Sejarah Pahitnya Kronologi Lubang Buaya G30S PKI
kalua gagal juga tidak jelas” Tulis Soepardjo dalam bukunya Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto.
Dukungan Logistik Kurang
Satu kesalahan fatal lain adalah soal logistic. Letkol Untung kehilangan banyak pasukannya gara=gara nasi bungkus.
Pasukan Bimasakti yang terdiri dari Yon 530 dan Yon 450 berjaga sehari penuh di Lapangan Monas. Tapi tak ada yang mencukupi kebutuhan mereka.
Tanggal 1 Oktober 1965 dari pagi hingga petang, pasukan itu tak diberi makan. maka Ketika Soeharto mengutus utusannya untuk memujuk Yon 530 agar Kembali ke Kostrad tawaran itu dipenuhi.
“Masuk berita lagi bahwa pasukan sendiri dari Yon Jateng dan Yon Jatim tidak mendapat makanan. Kemudian menyusuk berita Yon Jatim minta makan ke Kostrad. Penjagaan ditinggalkan begitu saja.”
“Semua kemacetan Gerakan pasukan disebabkan diantaranya tidak ada makanan. mereka tidak makan semenjak pagi, siang dan hingga malam.
Hal ini baru diketahui pada malam hari Ketika ada gagasan untuk dikerahkan menyerang ke dalam kota” Tulis Supardjo.
BACA JUGA:Simak, Ini Profil AH Nasution, Jenderal yang Sukses Lolos dari Kekejaman Kelompok G30S PKI
Tapi terlambat. Yon 530 sudah bergabung dengan Kostrad dan Yon 454 sudah berada di sekitar Halim. Tak mungkin lagi memerintahkan mereka menyerang.