“Baiklah aku akan menutupi mataku, dan bersiaplah kalian semua, Sang Raja mengayunkan pedangnya, "Demi kau Dewi Bungsu...”, Raja menebas pedangnya ke barisan Dehe Enam, dan spontan saja teriakan histeris dan kucuran darah memenuhi ruang balai Istana.
Satu persatu Dehe Enam jatuh tergeletak bersimbah darah Sang Raja merasa sangat puas telah membalaskan sakit hati istrinya Dewi Bungsu dan Putranya Budak Bosok.
Sang Raja memerintahkan hulubalangnya untuk membereskan jasad-jasad Dehe Enam yang telah menerima karmanya.
Ada kegembiraan tersendiri di hati Raja Bunjang Bekorong, karena malam yang akan tiba adalah malam Jum'at.
Sebagaimana janji Dewi Bungsu Pada Budak Bosok putranya akan kembali bertemu di Balai Istana untuk yang terrakhir.
Raja sudah menyiapkan syarat yaitu anjing, pisau herder, dan buah pinang. Malam Jum'at yang dinanti pun tiba, malam yang penuh kemisterian.
Malam yang menjadi penentu kebahagian akan diraih kembali oleh Sang Raja atau malam yang terakhir Raja tidak akan bisa kembali bertemu dengan Dewi Bungsu Istrinya untuk selama-lamanya.
Detak jantung Sang Raja semakin tak beraturan, sementara pandangan matanya menyebar keseluruh balai Istana.
Ia tidak akan menyia-nyiakan momentum terindah dalam memori kehidupannya. Budak Bosok sudah berada di posisinya di atas gundukan bebatuan taman indah istana, sambil menatap ke langit cerah.
Seperti biasa suara gemerincing angin menyambut kehadiran Dewi Bungsu yang turun dari langit khayangan.
Budak Bosok mendekap erat ibunya, demikian juga Dewi Bungsu, keduanya seperti tidak Ingin dipisahkan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Sang Raja Bujang Bekorong.
la langsung mencincang ajing menjadi dua bagian dengan darah yang mengucur dan menebarkan buah pinang di hadapan Dewi Bungsu yang tertegun melihat kehadiran suaminya secara tiba-tiba.
"Dewi Bungsu, kau jangan pergi....! “Suamiku.... Kau....... kau?" Iya, aku akan membuat kita bersama lagi seperti dulu”. Dewi Bungsu bergetar tubuhnya karena hilang kekuatannya untuk melakukan terbang ke langgit.