Dengan tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan Bujang Bekorong mulai mengendap-endap untuk mengambil salah satu pakaian terbang Bidadari.
BACA JUGA:Asal Usul Desa Tanah Periuk Musi Rawas, Berawal dari Perang Saudara, Berebut Lahan Kekuasaan
Bujang Bekorong menciumi pakaian Terbang Bidadari tersebut dengan penuh kasih sambil berucap di hati.
"Terima kasih,Nek. Semua menjadi kenyataan" demikian ucapan Bujang Bekorong. Dari kejauhan Bujang Bekorong tidak sekejap pun mengalihkan pandangannya.
Dengan suasana hati yang sangat senang. Ia menikmati pemandangan yang terindah yang belum pernah dilihatnya secara gratis.
Malam terus beranjak, rasanya para Bidadari sudah waktunya untuk kembali ke khayangan.Satu-per satu Bidadari mengenakan pakaian terbangnya.
BACA JUGA:Sempat Masuk Wilayah Keresidenan Palembang, Berikut Sejarah Musi Rawas, 2 Kali Dimekarkan
Namun ada satu bidadari, yaitu Dewi Bungsu alias bidadari paling kecil hanya mondar-mandir kebingungan mencari pakaian terbangnya.
Keenam saudaranya ikut kebingungan mencari pakaian terbang adiknya, namun tidak ditemukan. Akhirnya kepanikan mulai terjadi diantara mereka.
Untunglah Bidadari tertua dapat mencarikan solusi dari masalah yang dihadapi salah satu saudaranya.
Dengan mengenakan selendang Bidadari tertua, dan membentuk konfigurasi bidadari mencobah membawa adiknya Dewi Bungsu terbang kembali ke khayangan.
Sementara Bujang Bekorong yang menyaksikan kejadian tersebut hanya diam dengan rasa kecewa yang tidak bisa dilukiskan.
Dengan gontai di malam yang masih purnama itu, Bujang Bekorong meratapi dirinya. Pupus semua harapan, entah apa lagi yang harus dilakukan untuk menggapai mimpi yang mulai sirna dalam sekejap.
Dalam kesedihan dan keputus asaan Bujang Bekorong, tertegun sejenak mendengar suara asing diantara suara-suara penghuni hutan yang yang terkadang jelas terkadang sayup - sayup.
Bujang Bekorong mengkonsentrasikan pendengarannya,dan sedikit ada gairah, bahwa suara yang didengarnya mengisyaratkan suara tanggis perempuan.