“Mereka tetap teguh menjadi pemeluk Kristen/Katolik karena selama belajar di sekolah/lembaga pendidikan Muhammadiyah mendapatkan pendidikan Agama Kristen/Katolik yang diajarkan oleh pendidik Agama Kristen/Katolik sebagaimana diatur UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” tutur Guru Besar Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.
Sementara itu, pada Senin 22 Mei 2023 lalu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tertarik dengan buku ini dan menggelar acara bedah buku.
Bedah buku dilaksanakan Bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di Kantor Kemendikbudristek, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta.
Menurut Ketua LKKS PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq, buku ini menggambarkan situasi toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, terutama di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Daerah-daerah pinggiran Indonesia yang dimaksud adalah Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT); Serui, Papua; dan Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
BACA JUGA:Targetkan UHC, Kabupaten Musi Rawas Galakkan Program Pesiar
Menurut Fajar, fenomena munculnya varian KrisMuha dapat dijelaskan oleh adanya interaksi yang intens antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Namun, perlu dicatat bahwa interaksi tersebut tidak menghilangkan identitas mereka sebagai penganut agama Kristen yang taat.
“Kami tidak menduga ketertarikan dan antusiasme masyarakat (pembaca) terhadap karya ini masih sedemikian besar hingga saat ini, meskipun buku ini pernah diterbitkan 2009 silam. Inilah kontribusi Muhammadiyah dalam membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan,” ucap Fajar. (*)