Muhammadiyah Sarankan Kalender Hijriah Global Tunggal, Agat Tidak Ada Perbedaan Penetapan Idul Fitri

Muhammadiyah Sarankan Kalender Hijriah Global Tunggal, Agat Tidak Ada Perbedaan Penetapan Idul Fitri

Muhammadiyah Sarankan Kalender Hijriah Global Tunggal, Agat Tidak Ada Perbedaan Penetapan Idul Fitri--freepik

JAKARTA, LINGGAUPOS.CO.ID – Muhammadiyah menyarankan penggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal, dengan tujuan agar tidak ada perbedaan lagi dalam penetapan tanggal Hijriah.

Hal ini seperti penetapan awal tahun hijriah (1 Muharram), begitu juga dengan penetapan awal Ramadan, Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha.

Seperti diketahui di Indonesia, sampai dengan saat ini masih terus terjadi perbedaan penetapan, yang terbaru adalah perbedaan penetapan 1 Muharram 1446 H.

Karena kondisi inilah, kemudian Muhammadiyah menyarankan penggunaan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). 

BACA JUGA:Tahun Baru Islam 1446 H Beda, NU Tetapkan 8 Juli 2024, Muhammadiyah dan Pemerintah Duluan, ini Alasannya

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Susiknan Azhari, menjelaskan secara konsep Kalender Hijriah Global Tunggal memang menarik, apalagi jika dikaji dengan beragam pendekatan.

“Bagi pihak yang belum bisa menerima tentu saja perlu dihargai dan sebaiknya tetap membuka diri untuk mewujudkan unifikasi,” ujar Susiknan, dikutip dari muhammadiyah.or.id, Jumat 12 Juli 2024.

Susiknan menjelaskan bahwa keengganan menerima konsep KHGT lebih didominasi oleh kuatnya paham rukyat literal dan matlak lokal. 

Hal ini, katanya, pernah disampaikan oleh Nidhal Guessoum dalam SARAS (Southeast Asia-Regional Astronomy Seminar) tahun 1442/2021 di Malaysia.

BACA JUGA:Ternyata Ini Penyebab Idul Adha 2024 di Arab Saudi dan RI Berbeda, Pakar Jelaskan 3 Alasannya

Susiknan mengungkapkan bahwa berbagai kitab turats mendukung konsep KHGT, terutama prinsip, syarat, dan parameter yang digunakan. 

“Konsep KHGT memiliki basis epistemologi yang kokoh terutama konsep Ittihadu al-Matali’. Banyak literatur fikih yang mendukung ini seperti Radd al-Mukhtar ala Dur al-Mukhtar karya Ibn ‘Abidin, Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid karya Ibn Rusyd, dan Tanwir al-Absar wa Jami’ al-Bihar karya Muhammad bin Abdillah at-Turmurtasyi,” jelas Susiknan.

Mengenai perdebatan seputar hisab rukyat, Susiknan mengajak untuk menuju integrasi antara keduanya demi kemaslahatan umum dibandingkan kepentingan pribadi dan organisasi. 

“Indonesia, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, perlu menjadi teladan dalam mengimplementasikan Kalender Hijriah Global Tunggal dengan prinsip satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: