RKUHP Disahkan, Kumpul Kebo dan Zina Dipenjara

RKUHP Disahkan, Kumpul Kebo dan Zina Dipenjara

Ilustrasi cemburu karena selingkuh (zinah). RKUHP yang disahkan DPR RI ada pasal hukuman penjara bagi pelaku zinah dan kumpul kebo--

PALEMBANG, LINGGAUPOS.CO.ID –  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah disahkan oleh DPR RI, Selasa 6 Desember 2022.  Padahal dari sekitar 672 pasal di RKUHP masih menuai kontra. 

Salah satu yang menjadi pembicaraan publik yakni mengenai kumpul kebo dan zina.

Menurut RKUHP yang baru disahkan, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan bakal diancam penjara maksimal 1 tahun atau denda. 

Sementara, pasangan yang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan alias kumpul kebo bakal diancam penjara 6 bulan.

BACA JUGA:DPR RI Sahkan RKUHP, Yasonna Laoly: Yang Tidak Setuju Silahkan Uji Materi ke MK

Hanya saja, tapi proses hukum terhadap orang yang kumpul kebo dan berzina tidak bisa dilakukan tanpa penuntutan atau laporan. 

Dengan kata lain, harus ada pengaduan dari suami atau istri bagi orang yang melakukan perzinahan atau kumpul kebo. 

Bisa juga oleh orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Pengaduan itu pun dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. 

BACA JUGA:Waspada Gunung Kerinci Jambi Erupsi Sembur Abu Awan Panas

Selain, itu berlakunya pasal-pasal itu juga masih lama. Ada masa transisi dari KUHP lama ke KUHP baru selama 3 tahun pasca disahkan.

Kapolrestabes Palembang Kombes Pol Mokhammad Ngajib melalui Kasat Reskrim Kompol Haris Dinzah mengungkapkan, pihaknya menunggu petunjuk teknis dari RKUHP yang disahkan. 

Diakuinya, hingga beberapa pasal kini masih jadi kontroversi di masyarakat.

“Salah atunya soal pasal tentang kumpul kebo dan/atau perzinahan tersebut,” ujarnya, dikutip dari koran sumeks. 

BACA JUGA:Wajah Bandit Pun Bisa Terdeteksi Kamera ETLE, Begitu Juga yang Selingkuh, Berikut Kegunaan Lainnya

Nantinya, pihak kepolisian akan berpegangan pada KUHP dan UU khusus lain yang ada. Terutama UU Perlindungan anak jika korbannya masih di bawah umur.

“Mungkin harus dipahami dulu apa itu kumpul kebo, baru kita mampu mengkaitkannya dengan peristiwa dan kasus hukum yang ada,” jelasnya. 

Sejauh ini, untuk kumpul kebo yang dilakukan oleh salah satu pihak atau dua orang yang sudah menikah belum ada kasusnya. 

“Yang pernah kita tangani itu, kasus seorang anak dan ibunya yang dilakukan oleh pasangan kumpul kebo dari si ibu tadi. Itu di Polsek,” ujar dia.

BACA JUGA:Menteri ESDM Lantik 8 Pimpinan SKK Migas, Dwi Soetjipto Ditujuk Sebagai Kepala

Karena kasus kumpul kebo ini termasuk dalam delik aduan, maka dikatakan Haris, tentu saja pasangan ataupun  orangtua dari salah satu pihak dapat melaporkan kejadian tersebut ke petugas.

Begitu laporannya diterima, tentu akan diproses. 

“Kita tidak bisa serta merta memproses mereka yang melakukan kumpul kebo tanpa ada aduan pihak suami atau istri dan orangtua dari salah satu pihak,” tegas Haris. 

Kecuali bila mereka tertangkap tangan karena kumpul kebo, tentunya akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

BACA JUGA:30 BUMN Buka Pendaftaran, Segera Daftar Sebab 7 Desember Terakhir, Cek Linknya di Sini

“Kita tunggu saja apa yang akan disahkan tersebut. Setelah itu, terlebih dulu akan dikaji. Soal LGBT yang tidak masuk dalam RKUHP, maka kalau ada kasusnya akan dikenakan pasal kekerasan terhadap anak, kalau korbannya itu anak-anak,” ungkapnya lugas.

Sementara itu, Kapolres OKU AKBP Danu Agus Purnomo didampingi Kasat Reskrim AKP Zanzibar mengatakan, meski nanti sudah disahkan, delik masalah zinah dan kumpul kebo tetap harus ada pengaduan.

Di wilayah hukum Polres OKU, kasus zinah belum ada yang sampai naik ke pengadilan. Kalau pun ada laporan, biasanya para pihak akan dipanggil. 

Karena kasus ini merupakan delik aduan, dan ancaman hukuman juga tidak berat karena masih dibawah 1 tahun.

BACA JUGA:AKP Robi Sugara Evaluasi Kinerja Sat Reskrim Polres Lubuklinggau

General Manager The Zuri Hotel Baturaja Tri Heru Basuki menyampaikan pihaknya masih menunggu pengesahan RKUHP. 

Namun, tetap nanti dalam praktiknya, mereka tidak mungkin menanyakan hal yang berbau privasi kepada tamu.

“Berbeda dengan hotel syariah yang lebih ketat dalam seleksi tamu. Tapi kita tetap minta identitas sesuai dengan alamat KTP,” jelasnya. 

Manager Hotel BIL Baturaja, Emran berpendapat, fenomena zinah atau kumpul kebo tidak banyak di daerah. “Biasanya tamu menginap karena dominan ada kepentingan pekerjaan,” ujarnya.

BACA JUGA:Dilaporkan ke Mabes Polri, Mantan Kapolres Muara Enim Malah Lapor Balik Feby Sharon ke Polda Sumsel

Mario Andramatik, tim Bupati Percepatan Pembangunan Lahat  bidang Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjelaskan, kumpul kebo bukan budaya, juga melanggar norma agama.

 “Karenanya, jelas tidak diperkenankan, semua agama melarang itu,” tegas pria yang juga penggiat perhotelan ini. 

Di hotel, juga tidak memperbolehkan adanya kumpul kebo. Namun tak dipungkiri tetap ada oknum, termasuk akal- akal pengunjung hotel.

Yang mungkin marak, kumpul kebo di tempat kos. “Maka perlu pengawasan dari manajer hotel, pengelola kos dan masyarakat sekitar,” ungkapnya. 

BACA JUGA:360 Mahasiswa dan Guru Honorer Terima Beasiswa dari Medco E&P Grissik

Ketua BPD PHRI Sumsel, Kurmin Halim SH mengungkapkan, pemilik dan pengelola hotel yang jadi anggota PHRI diingatkan lebih selektif dan berhati-hati dalam menerima tamu yang menginap.

Hendaknya harus selalu curiga apabila tamu ini yang check in satu orang, namun pada kenyataannya di dalam kamar tersebut berisi beberapa orang. Terutama wanita.

“Ini supaya hotel ini tidak disalahgunakan untuk menjadi tempat prositusi atau pesta narkoba. Sebab itu akan berdampak buruk bagi usaha hotel tersebut,” jelasnya.

Terkait pengesahan RKUHP terutama yang mengatur pasal perzinahan, PHRI sebelumnya sudah menyampaikan keberatannya. Namun belum mendapatkan informasi lebih lanjut apakah pasal tersebut sudah direvisi atau belum.

BACA JUGA:Oknum ASN di OKU Bisnis BBM Subsidi Ilegal, Untungnya Lumayan  

“Dalam pasal ini sangat jelas menyebutkan kalau ini termasuk delik aduan. Berarti tidak bisa semena-mena terhadap tamu yang menginap di hotel untuk dituduh berbuat asusila selama tidak ada pengaduan dari pihak keluarga atau yang dirugikan lainnya,” jelas dia.

Sebabm sangat tidak mungkin dilakukan pada setiap tamu yang menginap untuk dimintai surat nikahnya. 

“Karena bila hal ini dilakukan, jelas perbuatan tersebut sangat merugikan bisnis perhotelan,” tegas Kurmin. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: koran.sumeks.co