Analisis Obyektif Tunjangan Wartawan Bersertifikat

Analisis Obyektif Tunjangan Wartawan Bersertifikat

Walaupun mungkin tidak cukup tetapi biaya itu mampu memutar roda organisasi parpol seperti penyelenggaraan kantor di pusat dan daerah, menjalankan program kerja dsb.

BACA JUGA:Mendung Tebal

Jumlah pendapatan setiap parpol berbeda, sesuai dengan prestasinya di pemilihan umum, yang antara lain diketahui dengan jumlah wakil parpol di parlemen pusat dan daerah.

Artinya makin berprestasi, biaya yang diterima akan semakin besar, sehingga kompetisi berlangsung terus dalam kontestasi yang sehat.

Dari sudut pandang ini, soal independensi menarik didiskusikan.

Apakah Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Partai Demokrat yang menjadi oposisi di parlemen pusat saat ini, kehilangan daya kritis dan ketajaman kontrol atas pemerintah hanya karena mendapat “tunjangan” dari negara? Jelas tidak.

BACA JUGA:Rawon di Lubuklinggau Bukan Dimakan, Tapi Dipenjara

Apakah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mendapat jatah dari APBD DKI Jakarta kehilangan daya kritis terhadap Gubernur Anies Baswedan? Ya sama sekali tidak.

Kritik jalan terus.

Sama sekali tidak ada pengaruhnya.

Sebab mereka tahu bahwa anggaran yang mereka dapat berasal dari pendapatan negara, seperti pajak-pajak ataupun sumber lain, yang di dalamnya juga mereka berpartisipasi melalui gagasan, pemikiran, atau kritik yang menyempurnakan berbagai keputusan pemerintah.

Saya kira bantuan negara bagi partai politik ini bisa disejajarkan dengan ide tunjangan bagi wartawan bersertifikat, meskipun itu masih jauh panggang dari api karena ada banyak langkah yang harus dilakukan dan belum tentu pula pihak dan aktor penentu memiliki sikap sama.

*

Saat menjadi penguji di sebuah uji kompetensi wartawan, kepada saya sering ditanyakan soal ini.

Mereka bilang, buat apa sertifikat kalau tidak ada manfaatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: