Scroll, Like, Comment: Cermin Darurat Etika Pada Gen Alpha

Senin 22-12-2025,17:22 WIB
Reporter : Endang Kusmadi
Editor : Endang Kusmadi

BACA JUGA:Media Sosial dan Krisis Etika Generasi Muda

Tidak ada pendampingan, tidak ada diskusi tentang konten yang dikonsumsi, tidak ada batasan waktu layar yang konsisten.

Lebih parah, banyak orang tua sendiri yang tidak paham etika digital atau justru menjadi contoh buruk—memposting foto anak tanpa consent, memamerkan kehidupan pribadi secara berlebihan, atau sibuk dengan ponsel saat berkumpul keluarga.

 Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang kita katakan.

Pendidikan etika digital harus dimulai dari rumah. Orang tua perlu melek digital, terlibat aktif dalam kehidupan online anak, dan menjadi role model yang baik. 

BACA JUGA:Donasi Rakyat atau Tagihan Negara?

Tanpa fondasi ini, upaya apa pun dari sekolah atau masyarakat akan kurang maksimal.

Urgensi Literasi Digital di Sekolah

Sistem pendidikan kita belum cukup responsif terhadap realitas digital. Kurikulum masih berfokus pada mata pelajaran konvensional, sementara literasi digital—yang sama pentingnya dengan membaca dan menulis di era ini—belum menjadi prioritas. 

Anak-anak diajarkan matematika dan bahasa, tapi tidak diajarkan cara berpikir kritis terhadap informasi online, cara melindungi privasi, atau cara berinteraksi dengan etis di ruang digital.

BACA JUGA:Generasi Z dan Gelombang Bullying: Krisis Karakter Warga Negara Muda

Sekolah harus mengintegrasikan pendidikan digital citizenship dalam kurikulum sejak dini. Bukan hanya tentang cara menggunakan teknologi, tetapi tentang nilai-nilai: menghormati orang lain online, memverifikasi informasi sebelum membagikan, memahami konsekuensi dari tindakan digital, dan menjaga keseimbangan antara dunia online dan offline.

Penutup

Scroll, like, dan comment adalah aktivitas sederhana yang membentuk cara Generasi Alpha memandang dunia dan diri mereka sendiri. 

Ketika tidak ada panduan etika yang jelas, mereka belajar dari algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan profit, bukan untuk membangun karakter.

BACA JUGA:Banjir Rejang Lebong, Rapuhnya Infrastruktur Tanggul dan Drainase

Cermin darurat ini menunjukkan refleksi yang mengkhawatirkan: generasi yang mahir teknologi tapi rapuh secara emosional, produktif di dunia maya tapi kehilangan kemampuan berempati di dunia nyata, terkoneksi secara global tapi terasing dari lingkungan terdekat.

Kita masih punya waktu untuk mengubah arah ini. Orang tua harus hadir dan aktif dalam kehidupan digital anak. 

Kategori :