Karangketuan: Jejak Antropologis dan Kisah Heroiknya (5)

Kamis 30-05-2024,10:43 WIB
Reporter : Endang Kusmadi
Editor : Endang Kusmadi

Itu pun harus berakit ngilir dari jam tiga subuh, karena pertimbangan proses transaksi barang di pagi hari. 

Juga demi menghindari hujan dan derasnya arus Kikim, maka pulangnya harus segera sebelum tengah hari. 

Atau, pilihan lain adalah ke pasar Bemban di pinggir rel KA, dengan risiko perjalanan darat 1,5 - 2 jam, melalui jalan terjal berbatu gamping yang sangat melelahkan. 

Kedua isu tersebut, agaknya menjadi triger perubahan paradigma dan tindakan nyata bagi para tokoh pioner yang mengambil langkah berani, seperti apa yang disebut Bung Karno sebagai “sikap progresive revolusioner”.

BACA JUGA:Karangketuan: Jejak Antropologis dan Kisah Heroiknya (1)

Namun apa lacur! Hingga Desember 1956, hanya ada 18 KK yang benar-benar mau mengubah nasibnya. 

Itulah jumlah imigran tahap awal yang menetap di Rompok Airketuan (kini Kel. Karangketuan), Dusun Tanahperiuk, Marga Proatinlima, Kecamatan Muarabeliti. 

Belumlah setahun, kabar tentang “kenyamanan” anak bersekolah sudah tersiar di Dusun Lubuktube. 

Betapa tidak! Anak-anak bisa bersekolah dengan bersepeda atau jalan kaki di jalan datar berkoral. 

BACA JUGA:Peningkatan Kompetensi Petugas: Kunci Utama Rehabilitasi Narapidana

Tanpa khawatir diterjang banjir Kikim atau diserang binatang buas. Yaa, anak-anak bersekolah SR di Srikaton Tugumulyo yang berjarak 3 kilometeran saja. 

Anak-anak generasi pertama yang bersekolah pada tahun 1957-1958 di SR Srikaton Tugumulyo adalah: (1) Djawaludin bin Genti, (2) Hayani binti Uni, (3) Zawawi bin Marasin, (4) Nangsur bin Kisum, (5) Efendi, dan (6) Ajir. Salah satu gurunya adalah bernama Pak Mardio. 

Demi mendengar berita tentang kenyamanan anak-anak dalam bersekolah, dan adanya prospek baik bidang ekonomi-tani, maka pada sekitar pertengahan tahun 1957, menyusullah 8 KK ikut bermigrasi ke Karangketuan. 

Yaa, kesadaran yang tertunda. Mereka antara lain adalah: (1) Masum, (2) Yahib, (3) Marasin, (4) Durip, (5) Setun, (6) Marajin. (Dua lainnya tidak diingat narasumber). 

BACA JUGA:Kebijakan Pemasyarakatan: Kebijakan Perlakuan Khusus Terhadap Narapidana Resiko Tinggi di Lapas

Namun sayang, beberapa bulan kemudian, Setun dan Marajin pulang lagi ke Lubuktube dan Dusun Lubukmabar. 

Kategori :