Semua peserta penelitian diminta untuk mengikuti pola makan rutin mereka dan menghindari olahraga selama masa penelitian.
Pengukuran antropometri (pengukuran individu manusia untuk mengetahui variasi fisik) dilakukan pada partisipan, baik sebelum maupun sesudah puasa.
Ini termasuk berat badan, tinggi badan, catatan makanan selama tiga hari, dan sampel tinja.
Sampel tinja kemudian dianalisis menggunakan pengurutan (sequencing) gen asam ribosom ribonukleat (rRNA) 16S dan bioinformatika untuk menentukan potensi perubahan komposisi mikrobiota usus.
BACA JUGA:Ketahui, Inilah Pengertian Puasa Ramadan Beserta Dalil Perintahnya
2. Pola Makan Mempengaruhi Keanekaragaman Mikrobiota Usus
Penelitian melihat faktor pola makan yang dilakukan oleh partisipan selama puasa Ramadan.
Analisis menemukan adanya korelasi antara komposisi makanan dan keanekaragaman mikrobiota usus.
Pengamatan tersebut menemukan bahwa partisipan yang mengonsumsi banyak karbohidrat dikaitkan dengan berkurangnya keanekaragaman genera.
BACA JUGA:Prediksi Fleetwood Town vs Bristol Rovers, League One, Rabu 13 Maret 2024, Kick Off 02.45 WIB
Sebaliknya, pola makan tinggi lemak dikaitkan dengan komposisi genus yang lebih beragam.
Studi menemukan bahwa puasa Ramadan berkaitan dengan mikrobiota usus yang kaya dan beragam.
Tak hanya itu, jenis makanan yang dimakan juga mempengaruhi komposisi mikrobiota yang ada dalam usus.
3. Puasa Ramadan Meningkatkan Keragaman Alfa dan Beta Mikrobiota Usus
Penelitian menemukan bahwa puasa Ramadan secara signifikan meningkatkan keragaman alfa dan beta mikrobiota usus pada tingkat filum.