Sebab dikhawatirkan penuntutan tidak bisa dilakukan. Perlindungan terhadap identitas korban juga dilakukan sebab masih di bawah umur dan dampak trauma psikologis yang dialami ini mirip dengan seseorang yang sudah diperkosa secara fisik.
Kasus seperti ini menimbulkan sejumlah tantangan baru untuk para penegak hukum sebab undang-undang saat ini tidak memadai.
"Kita perlu memperbarui undang-undang karena tidak mengikuti risiko bahaya yang berkembang dari kecerdasan buatan dan pelanggaran di platform seperti metaverse. Pemerintah perlu mempertimbangkan mengubah undang-undang guna melindungi perempuan dan anak-anak dari bahaya di lingkungan virtual ini," ucap Donna.
Pihak kepolisian meyakini untuk perkembangan dalam game ini sudah membuka jalan baru bagi kejahatan siber, termasuk perampokan virtual, peretasan, penipuan hingga pencurian identitas.
BACA JUGA:12 Cara Membuat Lulur Kopi, Tak Perlu ke Salon Kulit jadi Cerah dan Lembut
Namun saat ini undang-undang kemungkinan tidak mencakup pemerkosaan di metaverse sebab pelecehan seksual diidentifikasikan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Seksual sebagai menyentuh fisik orang lain secara seksual tanpa izin.
Yang mana sifat metaverse juga membingungkan batas geografis, membuat sulit untuk menentukan lembaga penegak hukum mana yang sudah memiliki yuridiksi atau suatu insiden yang saat pengguna dan pelaku sedang berada di negara yang berbeda.
Itulah informasi seputar kasus pertama kali di Inggris, kasus pemerkosaan anak di bawah umur di dunia maya VR. Semoga bermanfaat. (*)