LINGGAUPOS.CO.ID – Aksi boikot produk maupun merek global yang Pro Israel semakin gencar dilakukan.
Kampanye tidak menggunakan produk Pro Israel ini disuarakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS).
Gerakan BDS sejak 2005 lalu sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel yang merampas hak warga Palestina.
Tidak hanya BDS, himbauan agar umat muslim tidak melakukan transaksi semua jenis produk Israel disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memalui Fatwa.
BACA JUGA:Yuk Cek Promo Produk di Alfamart Kesamber Bulan November, Apa Saja
Dalam Fatwa MUI itu, intinya mendukung agresi Israel ke Palestina baik langsung maupun tidak langsung haram hukumnya.
Aksi boikot produk Israel maupun yang pro Israel ini dinilai akan berdampak terjadinya Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) karyawan.
Sebab metode boikot dinilai efektif menekan berbagai penjualan.
Dengan demikian pendapatan atau omset kotor perusahaan tersebut yang memproduksi produk Pro Israel itu bisa berkurang.
BACA JUGA:9 Produk Mobil Terlaris di Israel, Siap Juaranya
Artinya karyawan perusahaan pembuat produk Pro Israel harus siap-siap menjadi pengangguran.
"Minimal pendapatan kotornya menjadi menurun," Ekonom Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Nailul dalam pernyataannya, Minggu, 12 November 2023 dikutip dari laman media online.
Selain itu, Boikot produk Israel maupun yang Pro Israel dinilai bisa membuat citra dari produk perusahaan negatif di mata publik.
Dengan demikian, berakibat mengganggu permintaan pasar terhadap produk yang dihadirkan perusahaan.