Legendanya mendarah mendaging. Ada versi Sumedang, ada versi Cirebon. Saya tidak ingin Kang Dadan bertengkar dengan Mas Yanto S. Utomo di mobil ini. Apalagi Kang Dadan lagi emosional: inilah kali pertama ia lewat tol di dekat tanah tumpah darahnya.
Mas Yanto adalah dirut Radar Cirebon yang kini jadi dirut Disway.id. Lebih baik tidak usah berbantah. Masing-masing boleh bercerita bergantian. Toh perjalanan masih akan lama: ke Semarang.
Maka keduanya bergantian bercerita soal perang itu. Meski berbeda versi keduanya sama-sama menyebut keterlibatan wanita cantik sebagai penyebab perang itu. Gadis Madura. Namanya Arisbaya.
Raja Cirebon dan Raja Sumedang rebutan Arisbaya. Awalnya Sumedang kuat menahan gempuran Cirebon.
Sumedang terlindung oleh jejeran gunung yang sangat panjang. Sampai dinamakan Gunung Pagar. Kalau Anda dari arah Jakarta ke Cirebon, perhatikan exit Sumber Jaya. Setelah Kertajati. Tengoklah ke kanan.
Terlihat barisan gunung yang panjang. Itulah Gunung Pagar. Di situlah pusat pertempuran Sumedang-Cirebon. Kini gunung itu jadi pusat pertempuran ekskavator dan buldoser. Indocemen terus menggempur gunung itu dijadikan bahan bahan baku semen.
Sumedang kalah. Kehilangan tiga daerah. Kalau saja provinsi Cirebon terbentuk, ketiganya masuk ke provinsi baru.
Di Sumedang kini tinggal ada mahkota raja: emas. Kalau belum dipalsukan. Disimpan di museum kota itu. Saya sudah melihatnya, tapi tidak tahu palsu tidaknya.
Di Sumedang juga masih ada peninggalan lain: kuda Renggong. Yakni kuda yang bisa menari-nari. Anak yang mau disunat biasanya diarak dengan kuda yang dihias bak pengantin.
Juga masih ada peninggalan lagu kuno: Tarawangsa. Lagu melodi yang mistis. Karuhun. Masih dilestarikan di Desa Rancakalong. Kini mudah ke desa itu. Lewat tol. Exit di Pamulihan. Kalau dari arah Bandung exit tersebut setelah exit Jatinangor. Persis sebelum terowongan kembar.
Sesekali Anda ke situ. Sekalian siapa tahu Anda ingin menyantet salah satu perusuh Disway.
Jalan tol Cisumdayu mungkin akan mengubah semua itu. Termasuk mengubah adat ini: tiap bulan Maulud orang Sumedang berduyun-duyun ke petilasan Mahapatih Jaya Perkosa di Dayeuh Luhur, Cikoneng.
Peziarah tidak boleh pakai baju batik. Itu dianggap berbau Cirebon.
Sumedang sudah punya jalan tol. Akan membawa kemakmuran atau menambah perantauan. (*)