Namun orang-orang yang berada disana tidak ada yang perduli dengan Kenayan.
Ditengah keramaian acara diam-diam ada yang memperhatikan dia adalah Putri Sri Dewi Ningsih.
Namun apa hendak dikata sang putri takut dengan raja dan hulubalang, sehingga dia tidak berani untuk mendekati Kenayan apalagi untuk berkenalan.
BACA JUGA:Keramat Moneng Lebeh, Legenda Dusun Terawas Musi Rawas, Seberangi Sungai Cukup Pakai Sejadah
Kenayan Penjage dengan diam diri tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
Berangsur-angsur dia meninggalkan tempat keramaian itu dan pergi menuju kearah Kerajaan Hilir tanpa tahu arah tujuan.
Ia hanya ingin menjauhi keramaian di Lubuk Penjage sambil membawa kesedihan.Setelah sampai di Kerajaan Hilir, Kenayan menemukan sebuah gubuk tua.
Kenayan mendekati gubuk tersebut sambil bertanya dalam hati apakah gubuk ini ada penghuninya.
BACA JUGA:DPRD Sumatera Selatan Setujui Pemekaran Provinsi Sumsel Barat, APBD Rp11 Triliun Jadi Alasan
Setelah dekat Kenayan langsung memberi salam, maka sayup-sayup terdengar suara sahutan dari dalam gubuk.
Tidak lama muncul seorang laki-laki tua yang tidak berbaju badannya penuh dengan kurap (penyakit kulit) yang bernama Bujang Kurap.
Merasa sangat sedih dengan sikap dan perlakuan penduduk Lubuk Penjage, keduanya bersalaman dan berkenalan serta saling bertanya.
Mereka bercerita dengan serius sampai tersentuh perasaan setelah mereka berbincang mengenai nasib mereka.
Karena itu mereka berdua menjadi sahabat antara Kenayan dan Bujang kurap.
Beberapa bulan setelah pesta atau sedekah dilaksanakan putri Sri Dewi Ningsih merasa sangat sedih, teringat akan peristiwa robohnya garang (tiang ) istana, yang dipikul Kenayan.