Usut Tuntas dan Tegakkan Keadilan Untuk Kasus Hermanto

Usut Tuntas dan Tegakkan Keadilan Untuk Kasus Hermanto

Oleh Nur Rohman S H Penulis turut berduka cita atas meninggalnya Hermanto warga kelurahan Sumber Agung Kecamatan Lubuklinggau Utara II Kota Lubuklinggau Ia diketahui meninggal dunia dengan tubuh luka dan lebam setelah ditangkap dan ditahan oleh Polsek Lubuklinggau Utara atas dugaan tindak pidana pencurian dan perusakan Kuat dugaan Hermanto menjadi korban kekerasan violence dan penyiksaan torture oleh beberapa oknum polisi Saat ini oknum oknum tersebut sudah diberhentikan sementara dibebas tugaskan dan sedang menjalani pemeriksaan oleh Propram Polda Sumatera Selatan untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian ataupun kesengajaan dalam kasus meninggalnya tahanan tersebut Meninggalnya Hermanto membuat duka yang mendalam bagi keluarga Mengingat pada saat penangkapan Hermanto dalam kondisi sehat walafiat Namun tidak berselang lama keluarga mendapat kabar bahwa Hermanto telah meninggal dunia dengan tubuh penuh luka dan lebam Tidak hanya keluarga masyarakat atau publikpun ikut bersimpati kepada keluarga dan mengecam keras agar kasus tersebut diusut secara tuntas dan transparan oleh pihak Kepolisian Apapun alasan yang digunakan oleh para pelaku untuk menghilangkan nyawa seseorang tidak dapat dibenarkan Jaminan dan perlindungan hak asasi manusia harus tetap dilindungi dan dipenuhi Selain itu juga dalam penegakan hukum berlaku asas praduga tak bersalah yang artinya bahwa seseorang harus tetap dianggap tidak bersalah sampai ada putusan tetap dari pengadilan Pelanggaran HAM dan Harus Diusut Tuntas Secara hukum penyidik memang memiliki kewenangan untuk melakukan upaya paksa Hal tersebut diatur oleh Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Umum Hukum Acara Pidana KUHAP yang mengatur tentang penangkapan penahanan penggeledahan dan penyitaan Namun dalam praktiknya kewenangan dan upaya paksa tersebut sangat memungkinkan terjadi penyimpangan Dalam proses penyelidikan maupun penyidikan sering terjadi kekerasan dan penganiayaan oleh oknum kepolisian Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan keterangan pengakuan dari seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dalam proses Berita Acara Pemeriksaan BAP Padahal dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim vide Pasal 52 KUHAP Dan selanjutnya bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun vide Pasal 117 KUHAP Ayat 1 Yang artinya bahwa dalam proses untuk memberikan keterangan seseorang berhak untuk menyampaikan keterangan secara bebas tanpa adanya tekanan ataupun intervensi dari pihak manapun Terkait dengan isu kekerasan violence dan penyiksaan torture secara umum sudah diatur melalui Konvensi Anti Penyiksaan dan Kovenan Internasional Hak Hak Sipil dan Politik yaitu pada Pasal 5 yang berbunyi Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina Selanjutnya pada Pasal 15 menyebutkan Setiap negara pihak harus menjamin bahwa setiap pernyataan yang dibuat sebagai tindak lanjut dari penyiksaan harus tidak digunakan sebagai bukti Hal tersebut sejalan dengan kaidah hukum Yurisprudensi MA RI No 1174K Pid 1994 tanggal 3 Mei 1995 pada Kasus Marsinah dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah Agung RI membebaskan para Terdakwa karena keterangan yang diberikan didepan Penyidik ternyata penuh tekanan fisik dan psikis Artinya bahwa apabila terbukti dalam memberikan keterangan seorang tersangka dipaksa ditekan atau mengalami tindak kekerasan pada saat BAP maka keterangan tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dipersidangan Pada tahun 1998 Indonesia telah mengesahkan UU No 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusia atau Merendahkan Martabat Manusia Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment CAT Ada beberapa hal yang disorot terkait pelanggaran HAM dalam proses penyelidikan dan penyidikan Yaitu pertama hak yang diakui secara universal dan bersifat tidak bisa dikurangi non derogable dalam proses investigasi kejahatan adalah hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi Hak ini harus tetap dihormati tanpa pengecualian termasuk dalam kondisi tertentu seperti saat darurat Prinsip HAM itu yang kemudian juga dianut oleh institusi Kepolisian melalui Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia Perkap HAM Salah satu prinsip hak asasi manusia yang disebut dalam Perkap HAM ini adalah hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia Pasal 11 Ayat 1 huruf a dan b Perkap HAM memuat ketentuan yang lebih tegas lagi yaitu Setiap anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang wenang dan tidak berdasar hukum dan dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan Ini juga sejalan dengan penggalan frasa dalam rumusan Pasal 37 Ayat 2 Perkap HAM Seluruh investigasi atas kejahatan yang ditujukan kepada seseorang harus dilakukan secara etis tidak melakukan penyiksaan atau perlakuan kejam lain yang tidak manusiawi Artinya bahwa secara normatif Kepolisian dalam menjalankan tugasnya harus memegang teguh nilai nilai dan prinsip HAM termasuk dalam hal ini adalah proses penangkapan penahanan penyelidikan maupun pada tahapan penyidikan Berdasarkan hal tersebut kasus meninggalnya Hermanto pada saat penahanan oleh Polsek Lubuklinggau Utara merupakan pelanggaran HAM dan menciderai nilai nilai dan prinsip HAM yang dihormati dan dilindungi oleh Konstitusi UUD 1945 dan institusi Kepolisian Maka sudah selayaknya kasus tersebut harus diusut tuntas sampai selesai dan transparan oleh pihak Kepolisian Upaya yang Dapat dilakukan oleh pihak Keluarga Korban Upaya apapun yang dilakukan oleh pihak keluarga maupun pihak lainnya tidak akan pernah menghidupkan kembali Hermanto Namun setidaknya masih ada secercah harapan untuk mendapatkan keadilan di negara hukum ini dengan menegakkan hukum yang setegak tegakknya dan memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku Dalam hal ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak keluarga korban Pertama proses penegakan etik Upaya ini sudah dilakukan oleh Proram Polda Sumatera Selatan tinggal menunggu hasilnya Proses etik ini pada intinya adalah memeriksa apakah oknum oknum polisi tersebut telah lalai atau dengan sengaja bertindak secara sewenang wenang dalam menjalankan tugasnya Kedua setelah proses etik selesai pihak keluarga korban juga dapat menuntut pihak kepolisian untuk memproses secara hukum pidana terhadap pelaku oknum polisi tersebut dengan berdasarkan pada pasal pasal yang ada di KUHP Ketiga upaya selanjutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan gugatan secara perdata terhadap beberapa oknum kepolisian tersebut dan terhadap institusi kepolisian Gugatan perdata dapat dilakukan oleh pihak keluarga korban karena telah dirugikan dengan hilangnya nyawa dari salah satu anggota keluarganya sebagaimana dimaksud pada pasal 1365 1367 KUH Perdata BW Hal tersebut juga sudah ada yurisprudensinya yaitu gugatan yang diajukan oleh Alamsyahfudin atas kematian putranya Erik meninggal dunia setelah ditangkap dan ditahan polisi dari Porles Bukittinggi Eric dituduh melakukan pencurian sepeda motor Sehingga pada 7 November 2013 PN Bukittinggi menjatuhkan putusan yang isinya adalah mengabulkan sebagian gugatan Penggugat Pengadilan menghukum Tergugat I sampai Tergugat VI untuk membayar ganti rugi kepada keluarga korban sebesar Rp700 ribu untuk membayar ganti rugi material dan Rp100 juta untuk membayar kerugian immaterial Menurut majelis hakim ganti rugi yang dibebankan karena para Tergugat terbukti secara hukum melakukan penganiayaan dan kekerasan terhadap korban Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam kasus yang sama yaitu meninggalnya Hermanto juga dapat dilakukan upaya tersebut oleh pihak keluarga korban Kawal Bersama Proses penegakkan hukum terhadap kasus kekerasan violence dan penyiksaan torture yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian harus dikawal secara bersama Tidak hanya pihak keluarga korban namun seluruh elemen masyarakat ikut terlibat dan mengawal kasus tersebut sampai benar benar tuntas dan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban Dan kita berharap kedepan tidak akan ada lagi Hermanto Hermanto lainnya yang merengut nyawa di kantor kepolisian yang berslogan memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat Semoga Penulis adalah Praktisi Hukum dan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: