Oleh: M Aidil Saputra *)
Aksi para kepala desa yang mendemo Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti ditampilkan dalam judul tersebut, sebenarnya menunjukkan dua hal penting.
Pertama, betapa krusialnya Dana Desa sebagai tulang punggung pembangunan di tingkat lokal, dan kedua, adanya persoalan komunikasi serta transparansi dalam mekanisme pencairan anggaran pemerintah pusat.
Ketika seorang pejabat seperti Purbaya menjadi sorotan dalam aksi tersebut, publik menangkap kesan bahwa ada ketidakpuasan yang sudah mencapai titik jenuh.
BACA JUGA:Bansos untuk Warga Musi Rawas, Bukan Jumlah Bantuannya, Namun Ketepatan Sasaran dan Dampaknya
Para kades bukan hanya menuntut hak administratif, tetapi juga mengekspresikan kegelisahan masyarakat desa yang terdampak langsung.
Proyek pembangunan terhambat, program sosial tersendat, dan pada akhirnya pelayanan publik di tingkat desa ikut terganggu.
Namun di sisi lain, aksi demo yang viral ini juga menunjukkan bahwa sistem birokrasi pencairan anggaran mungkin belum sepenuhnya adaptif dengan kebutuhan desa yang sifatnya mendesak dan berkelanjutan.
Jika komunikasi antara pemerintah pusat dan desa lebih terbuka, proses lebih efisien, dan informasi teknis disampaikan lebih jelas, tekanan semacam ini mungkin tidak perlu terjadi.
Aksi kades yang turun ke jalan seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah: bahwa keterlambatan anggaran bukan sekadar persoalan administrasi, tetapi memiliki dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat di akar rumput.
Transparansi, konsistensi, dan ketepatan waktu menjadi kunci agar Dana Desa benar-benar berfungsi sebagai alat pemerataan pembangunan, bukan pemicu kegaduhan.
*) Penulis adalah Mahasiswa Institut Teknologi Muhammadiyah Sumatera (ITMS)