LINGGAUPOS.CO.ID – Muhammadiyah sulit memahami langkah dan keputusan yang dilakukan DPR, terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan Pilkada.
Tepatnya, mengenai persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menegaskan hal itu, Kamis 22 Agustus 2024.
Ia mengakui, mengaku sulit memahami langkah dan keputusan DPR yang bertentangan dengan keputusan MK itu.
BACA JUGA:Demo Besar-Besaran Darurat Indonesia, DPR Dikepung Ribuan Mahasiswa dan Buruh
“Sebagai lembaga legislatif, DPR seharusnya menjadi teladan dan mematuhi undang-undang,” tegas Mu’ti dikutip dari Muhammadiyah.or.id
Mu’ti juga menekankan DPR sebagai lembaga negara yang merepresentasikan kehendak rakyat semestinya menghayati betul dasar-dasar bernegara yang mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara dan rakyat dibanding dengan kepentingan politik kekuasaan semata.
“DPR sebagai pilar Legislatif hendaknya menghormati setinggi-tingginya lembaga Yudikatif, termasuk Mahkamah Konstitusi,” jelas Mu’ti.
Sehingga menurut Mu’ti DPR tidak semestinya bersebarangan, berbeda, dan menyalahi keputusam MK dalam masalah persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah dengan melakukan pembahasan RUU Pilkada 2024.
BACA JUGA:KPK Membuka Sebanyak 230 Formasi untuk CPNS 2024 Berikut Rincian dan Tugasnya
“Langkah DPR tersebut selain dapat menimbulkan masalah disharmoni dalam hubungan sistem ketatanegaraan,” katanya.
“Karena juga akan menjadi benih permasalahan serius dalam Pilkada 2024. Selain itu akan menimbulkan reaksi publik yang dapat mengakibatkan suasana tidak kondusif dalam kehidupan kebangsaan,” jelas Mu’ti.
DPR dan Pemerintah hendaknya sensitif dan tidak menganggap sederhana terhadap arus massa, akademisi, dan mahasiswa yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi penegakan hukum dan perundang-undangan.
“Perlu sikap arif dan bijaksana agar arus massa tidak menimbulkan masalah kebangsaan dan kenegaraan yang semakin meluas,” pungkas Mu’ti.
BACA JUGA:Viral Peringatan Darurat di Media Sosial, Demokrasi Indonesia dalam Kondisi Bahaya