- “Menyatakan mengabulkan Permohonan Pemohon”;
- “Membatalkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh Termohon dan menetapkan hasil penghitungan Wakil Presiden oleh Termohon dan menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar”, dalam hal pokok Permohonan beralasan menurut hukum.
Namun demikian terhadap amar putusan sebagaimana telah ditentukan secara limitatif sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 ayat (1) diatas, Mahkamah juga diberi kewenangan untuk menyimpangi atau menambahkan amar putusan lain sepanjang hal ini dianggap penting atau urgen khususnya dalam menegakkan keadilan substantif dalam istilah hukum disebut dengan ultra petita dengan merujuk pada ketentuan ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar amar selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Dalam konteks PHPU Pilpres 2024 yang sedang diperiksa dan akan diputus apakah ini terjadi ? wallahu a’lam bishawab
ANALISA PUTUSAN PHPU PILPRES 2024
Terhadap kira-kira seperti apakah putusan yang akan diketuk oleh mahkamah nantinya, tidak seorangpun yang dapat memberikan sebuah kepastian selain hanya menunggu pada 22 April nanti, namun sebagai satu analisis dan prediksi dengan segala keterbatasan pengetahuan tentu tak salah jika penulis berkeinginan memberikan sumbang analisis serta prediksi putusan atas sengketa PHPU Pilpres 2024.
Menyambung bunyi ketentuan Pasal 53 PMK No.4 tahun 2023 ayat (1) diatas, Lantas bagaimana bentuk amar putusan tambahan yang mungkin akan menjadi amar putusan Mahkamah nantinya jika Mahkamah bersepakat mengambil choice pada ayat (2) ? menurut penulis, melihat realitas hari ini dan dikorelasikan dengan begitu besarnya animo elemen masyarakat serta kapasitas pihak (individu) yang mengajukan diri menjadi Amicus Curiae setidaknya ada beberapa hal yang mungkin menjadi ultra petita dengan segala dampak positif dan negatifnya, antara lain :
Pertama, dimungkinkan adanya diskualifikasi terhadap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden atau hanya calon Wakil Presiden saja, dengan pertimbangan bahwa proses menjadi Wakil Presiden dianggap cacat hukum, cacat administrasi dan cacat etik dengan mendasarkan pada putusan MKMK dan DKPP terhadap Penyelenggara KPU. Point ini tentu akan menjadi problematika tersendiri khususnya berkenaan regulasi yang mengatur ketentuan pergantian pasangan calon dimaksud disamping dampak sosial dan politis yang mungkin terjadi.
Kedua, dimungkinkan adanya pemungutan suara ulang apakah pada wilayah-wilayah tertentu sebagaimana dalil Pemohon ataukah diseluruh wilayah Indonesia. Terhadap pilihan ini tentu akan dihadapkan dengan berbagai factor pendukung antara lain kesiapan anggaran, penyelenggara, termasuk factor kondusifitas pasca putusan, hal ini penting karena pada saat yang sama penyelenggara pemilu dihadapkan dengan pelaksanaan pilkada yang akan dimulai tahapan pada April 2024.
Ketiga, dimungkinkan pemungutan suara ulang apakah diikuti oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2 dan nomor urut 1 sebagai pasangan pasangan Presiden dan Wakil Presiden perolehan terbanyak pertama dan kedua atau hanya pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 dan 3 dengan asumsi bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2 telah didiskualifikasi.
Keempat, dimungkinkan terhadap dalil-dalil permohonan baik pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 dan nomor urut 3 seluruhnya ditolak namun Mahkamah memberikan beberapa catatan terhadap proses pilpres 2024 sebagai bahan perbaikan pada pilpres berikutnya termasuk terhadap peran Presiden dan penyelenggara lainnya untuk menjaga netralitas dan independensi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan terhadap dalil-dalil yang diajukan dianggap terbukti dan tidak dapat disangkal kebenarannya.
Kelima, dimungkinkan adanya dissenting opinion dalam putusan mahkamah sehingga putusan tidak bulat disatu sisi menolak permohonan dan disisi lain menerima permohonan dengan berbagai pertimbangan.
Terhadap pilihan-pilihan diatas tentu akan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh hakim konstitusi dan kualitas dari dokumen Amicus Curiae itu sendiri, sikap kenegarawanan dan integritas, panggilan nurani serta moral hakim konstitusi menjadi pertaruhan sekaligus ujian serta catatan sejarah yang sangat berharga dalam memberikan kontribusi terhadap tumbuh kembangnya demokrasi dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
Para hakim konstitusi hari ini dihadapkan pada pilihan apakah akan menjadi Mahkamah Kalkulator dengan menerapkan keadilan procedural atau menjadi The Guardians Of Constitution atau Penjaga Konstitusi dengan menggunakan pendekatan keadilan substansif dalam memeriksa dan memutuskan sengketa PHPU Pilpres, di tengah semakin beringas dan semena-menanya Penguasa demi melanggengkan praktek Politik Dinasti, disudut lain sebagai rakyat kita hanya mampu berdoa serta berharap kiranya palu hakim konstitusi nantinya adalah palu keadilan bukanlah palu godam yang akan mencederai rasa keadilan.