LINGGAUPOS.CO.ID – Usulan Muhammadiyah agar Sidang Isbat penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri 1445 H dihapus dinilai menyinggung Organisasi Masyarakat (Ormas) yang berpedoman pada pengamal rukyat atau pemantauan hilal.
Atas usulan Muhammadiyah itu, muncul anggapan pengamal rukyat tidak diberikan tempat.
Hal ini disampaikan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin, dalam agenda diskusi media bertajuk Kriteria Baru MABIMS dalam Penentuan Awal Ramadan di kantor BRIN Jumat, 8 Maret 2024.
"Kalau mengusulkan Sidang Isbat ditiadakan, pertama itu seperti menyinggung para pengamal rukyat. Seolah-olah pengamal rukyat jangan diberi tempat, seolah-olah seperti itu," kata Thomas, dikutip LINGGAUPOS.CO.ID, Sabtu, 9 Maret 2024.
Menurut Thomas, bagi Ormas pengamal rukyat, hisab merupakan bagian tidak terpisahkan dengan rukyat.
Sehingga diperlukan Sidang Isbat sebagai wadah untuk melakukan verifikasi hasil rukyat.
Thomas menjelaskan, para perukyat tidak berhak melaporkan atau mengumumkan hasil rukyatnya masing-masing.
Para perukyat membutuhkan otoritas dalam konteks ini pemerintah untuk melaporkan hasil rukyat yakni dengan Sidang Isbat.
BACA JUGA:Inilah Promo Makanan Ringan di Alfamart, Periode 8 Sampai 11 Maret 2024
Hal yang sama juga dilakukan oleh Indonesia, Arab Saudi, Mesir, Malaysia, dan Brunei mengumumkan hasil rukyat adalah otoritas, dalam hal ini adalah pemerintah.
Thomas memberi contoh penerapan Sidang Isbat sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW.
Dia bercerita, meski para perukyat Badui melihat hilal, mereka tidak mengumumkan sendiri hasil pantauannya.
Sebaliknya, mereka melaporkan terlebih dahulu kepada Rasulullah SAW.