Kedua metode itu telah melembaga di masyarakat dan saling berdampingan. Penetapan tanggal 1 Ramadan, 1 Syawal dan 10 Zulhijjah sejatinya berada di ranah dialektika sains, bukan masalah akidah dan hukum ibadah.
“Masalah hisab rukyat di Indonesia sering menjadi persoalan nasional, khususnya di kalangan umat Islam dalam kaitan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar Islam. Hisab rukyat tidak hanya berhubungan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar saja, namun kajiannya lebih luas, seperti penyusunan almanak atau kalender, perkiraan akan terjadi gerhana dan sebagainya,” terang Wahyu Widiana (2003), mantan Direktur Pembinaan Peradilan Agama Kementerian Agama dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung dalam sambutan buku Kalender Urfi karya K.H. Banadji Aqil.
BACA JUGA:Sat Narkoba Polres Lubuklinggau Sasar Panti Asuhan, Bagikan Takjil Ramadan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah menetapkan:
Pertama, penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI c.q. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Kedua, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.
Ketiga, dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
BACA JUGA:Isi Bulan Suci Ramadan 1444 H, DPD NasDem Lubuklinggau Bagikan Ratusan Takjil kepada Masyarakat
Keempat, hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Pertemuan Teknis MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) tahun 2016 menghasilkan butir-butir kesepakatan mengenai kriteria baru tinggi bulan 3 derajat dan elongasi bulan (jarak bulan-matahari) 6,4 derajat.
Kriteria MABIMS mulai digunakan oleh Kementerian Agama dalam Sidang Isbat penetapan 1 Ramadhan 1443 H/2022 M.
Sebelumnya, beberapa tahun berturut-turut, tidak terdapat potensi perbedaan perhitungan hisab dan hasil rukyat dalam penetapan 1 Ramadan dan 1 Idul Fitri di negara kita.
BACA JUGA:Catat! ini Nomor-nomor Penting saat Mudik Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah
Ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri dapat dilaksanakan serentak baik menurut versi hisab maupun rukyat karena faktor alam yang mempersatukan.
Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam pernah membahas Penyatuan Kalender Hijriyah atau Kalender Islam Global.
Sejumlah pakar yang dihadirkan berasal dari perwakilan Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tinggi Agama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Informasi Geospasial (BIG), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan Persis.