Sungguh memprihatinkan! Papan nama itu, nyungsep tertungging, mungkin tersenggol kendaraan alat berat atau truk gandeng 18 roda.
Setiap saya melintasi Perapatan Simpangperiuk, ingin rasanya me-WA para pejabat terkait: Pak RT, RW, Lurah dan Pak Camat.
Atau, yang setingkat lebih ‘gerot’ semisal Pak Kadishub atau Pak Walikota; juga Pak Ketua DPRD yang kabarnya cucu~menantu dari tokoh itu.
Namun sayang, semua pejabat itu nomornya tidak pernah nyangkut di ponsel saya.
Lantas, siapakah sosok tokoh itu?
Tokoh itu adalah H. Zainal Abidin Ning. Beliau adalah Bupati Musi Rawas ke-7 periode 1958-1964.
Setelah wafat, wujud ketokohannya diabadikan sebagai nama jalan di dua tempat.
Pertama, jalan dari Simpangperiuk (Kota Lubuklinggau) hingga tugu batas Kelurahan Karangketuan dengan Desa D. Tegalrejo (Musirawas); kedua, di jalan dari Bundaran Agropolitan Center Muarabeliti hingga Desa F. Trikoyo Tugumulyo.
Beliau lahir di Tebingtinggi (kini Kab.Empat Lawang) pada 20 Juni 1938, putra dari pasangan Muhammad Ning dengan Siti Aisiyah.
Alumni MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP di Lahat pada era Kolonial Belanda.
Dalam riwayat hidupnya, mula-mula ia berkarir di bidang militer sebagai anggota Tentara Keamanan Rakyat (kini TNI-ABRI) berpangkat Kapten.
Pernah menjabat Komando Resimen Militer (Korem) di Bengkulu tahun 1946 dan terakhir bertugas di Kodam Sriwijaya Palembang.
Di bidang politik, pasca-pensiun dari TNI, beliau aktif di Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang notabene, para pengurus dan anggotanya didominasi oleh para veteran TNI (kelak menjadi Sekber Golkar).
Seperti kita maklumi, pada era berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959) telah terjadi pergolakan politik nasional hingga berdampak ke daerah.