Meski peraturan, petunjuk, dan tutorial sudah sangat lengkap, Indonesia memang punya problem yang sama dengan Filipina, India, Pakistan, Meksiko, dan negara setara lainnya.
"Izin bangunan dan kontrol akan izin bangunan itu. Rasanya kita masih perlu menunggu satu generasi lagi untuk mulai melangkah ke sana," lanjut Dahlan.
Menurut Dahlan, siapa pun yang di SMA belajar fisika tentu tahu rumus ini: daya gempa adalah masa x percepatan.
BACA JUGA:Berikut 6 Agenda Iriana Jokowi Datang ke Palembang, Danrem: Operasi Ini Tidak Boleh Gagal
Percepatan di situ berarti cepatnya gelombang getaran.
Maka kian berat beban sebuah rumah, kian besar daya yang diterima. Bata merah adalah bahan bangunan yang amat berat.
"Karena itu disiplin dalam mengatur jarak slop dan tulangan tidak bisa ditawar," tulisan Dahlan.
Di sisi lain, berkembangnya industri bata ringan belakangan ini bisa mengurangi risiko itu.
BACA JUGA:Bus ALS Mengangkut 25 Penumpang Terbalik di Jalinsum Muratara, Begini Kodisinya
"Saya sama sekali tidak tahu bahwa bata merah tidak ideal untuk bangunan di wilayah gempa. Rasanya orang Cianjur juga tidak tahu," lanjutnya.
Pertanyaannya, lanjut Dahlan, apakah setelah gempa ini mereka membangun kembali rumah dengan taat aturan gempa? "Itulah persoalannya.
"Semua ahli heran: gempanya 5,6 skala richter. Korbannya begitu banyak. Maka benar: gempa tidak membunuh manusia; bangunanlah yang membunuh mereka," tulisan Dahlan Iskan.(disway/jpnn)