"Mereka biasanya sering merasa tidak cocok dengan orang-orang dari sekitar. Sering merasa malu dan minder, sering merasa tidak dekat dengan orang lain, sering merasa hobi dan ide tidak sama dengan 'crowd' sekitar,” lanjutnya.
Selain itu, dr Ray menghimbau pemerintah mulai menggencarkan skrining serta surveilans, dan dibantu oleh organisasi profesi terkait kesehatan jiwa ini.
Serta pengendalian mengenai masalah kesepian yang dialami ini juga banyak warga yang perlu dibangun dari lingkup komunitas agar hasilnya efektif.
"Skriningnya itu harus berbasis komunitas dan kalau boleh dilakukan di ruang-ruang komunitas, kayak posyandu, posyandu itu harus sudah ramah kesehatan jiwa, kader posyandu juga harus cakap kesehatan jiwa, karena posyandu itu paling gampang dilakukan skrining," ucapnya.
BACA JUGA:25 Ucapan Hari Ibu 22 Desember, Penuh Cinta dan Makna, Ungkapan yang Memberi Kehangatan di Hati
"Yang kedua adalah informasi untuk anak-anak muda, lingkungan sekolah, kan kalau kita lihat yang paling gampang untuk bullying, flexing, dan lain-lain, itu banyak terjadi di lingkungan sekolah, karena bisa jadi kesehatan jiwa itu nggak cukup cuma diatasi dengan satu guru BP atau banyak mata pelajaran," sambungnya.
Berikut hasil yang lebih lengkap mengenai survei kesepian di Jabodetabek ini dari temuan 44 persen warga Jabodetabek yang alami kesepian sedang dan 6 persen mengalami kesepian berat:
1. 52 persen perempuan di Jabodetabek mengalami kesepian sedang. Dengan risiko hampir 2 kali lebih besar.
2. 59 persen warga yang tidak tak belum menikah di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 1,5 kali lebih besar.
3. 51 persen warga usia muda kurang dari 40 tahun di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 2 kali lebih besar.
4. 56 persen warga perantau di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 1,5 kali lebih besar.
Itulah informasi seputar riset ada 44 persen orang di Jabodetabek yang alami kesepian, dan 6 persen kesepian berat. Semoga bermanfaat. (*)