Masa kepemimpinannya adalah dari tahun 1830-1855 di kawasan 7 ulu.
Setelah itu diteruskan oleh putranya yaitu Tjoa Ham dengan pangkat kapiten atau kapten menggantikan ayahnya.
Dia diberikan wewenang dan kebebasan untuk mengatur wilayahnya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Cina kemudian menjadi perantara perdagangan dan mendapatkan posisi istimewa oleh Kolonial Belanda.
BACA JUGA:Jelang Tahun Baru, PWI Peduli Salurkan Beras ke Warga Palembang
Di Kampung Kapitan, terdapat tiga rumah yang masih berdiri kokoh.
Bangunan selama 300 tahun tersebut, memiliki panjang 59 meter dengan lebar sekitar 25 meter.
Tiap rumah memiliki empat kamar besar dan dua kamar kecil.
Warna merah khas Tionghoa pun sangat lekat mendominasi interior dalam rumah yang dipercaya sebagai lambang keberuntungan.
BACA JUGA:Acara Tahun Baru 2023 Kurangi Makanan dengan Cara Dibakar, Ini Bahayanya
Dulunya, rumah ini dijadikan sebagai markas dan tempat peristirahatan oleh para pelayar asal Tiongkok, yang melakukan bisnis perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya.
Rumah tersebut pertama kali dibangun oleh seorang Mayor bernama Tjoa Kie Tjuan, dan diteruskan oleh turunannya.
Secara cepat lokasi itu dikenal sebagai Kampung Kapitan, di mana orang-orang yang berdagang datang dari wilayah lain untuk singgah dan mayoritasnya dari orang Cina.
Kampung Kapitan dulu juga menjadi tempat orang-orang Tionghoa yang datang dari Dinasti Ming.
BACA JUGA:Jangan Lupa! Hari Ini Pengumuman Kelulusan PPPK Nakes, Segera Cek Linknya Disini
Mereka mendirikan kongsi dagang di wilayah Palembang sebagai pusat perdagangan di wilayah selatan.